Ketika Ramadan Menjadi Konten: Antara Dakwah dan Engagement

Hayuning Ratri Hapsari | Fauzah Hs
Ketika Ramadan Menjadi Konten: Antara Dakwah dan Engagement
Ilustrasi Ramadan Aesthetic (Pexels/Sandi Mujib)

Setiap tahun, saat bulan Ramadan tiba, media sosial dipenuhi dengan berbagai konten bertema religius. Fenomena ini dikenal dengan istilah "Ramadhan Aesthetic", banyak orang berlomba-lomba mengunggah segala hal tentang ramadan, mulai dari momen berbuka, ibadah, hingga membagikan kutipan yang mengajak kebaikan.

Namun di balik fenomena ini, muncul pertanyaan: apakah ini bentuk semangat ibadah, atau justru sekadar pencitraan?

Di era digital, segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari hampir selalu didokumentasikan dan dibagikan di media sosial. Ramadan pun tidak luput dari tren ini.

Kita sering melihat unggahan seperti, meja makan dengan hidangan berbuka yang beraneka ragam, OOTD (Outfit of The Day) bernuansa pastel atau putih dengan hijab syar’i, hingga video self-improvement dan kutipan islami tentang memperbaiki diri.

Fenomena ini tidak sepenuhnya buruk. Bagi sebagian orang, melihat unggahan seperti ini bisa menjadi motivasi untuk lebih semangat menjalani ibadah. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa Ramadan justru semakin dikomodifikasi menjadi tren semata.

Ramadan yang seharusnya menjadi momen introspeksi dan peningkatan ibadah bisa berubah menjadi ajang show off. Daripada memperbaiki ibadah, sebagian orang lebih sibuk memikirkan bagaimana caranya agar unggahan mereka terlihat bagus.

Terkadang mereka membagikan konten bukan untuk tujuan menginspirasi, melainkan hanya demi menaikkan jumlah views dan likes. Hal ini sudah tak aneh di kalangan konten kreator, engagement adalah segalanya bagi mereka.

Tidak sedikit juga orang awam yang merasa FOMO (Fear of Missing Out) jika tidak ikut memposting sesuatu yang bertema Ramadan. Media sosial telah menjadi tempat di mana keimanan seseorang bisa diukur dari unggahan islaminya, membuat banyak orang merasa harus terlihat religius di dunia maya, meskipun tidak sejalan dengan dunia nyata.

Namun, tidak semua unggahan Ramadan bisa dikategorikan sebagai pencitraan. Ada banyak orang yang benar-benar ingin menyebarkan kebaikan, berbagi inspirasi, dan memotivasi orang lain.

Pertanyaannya, apakah salah menjadikan Ramadan sebagai konten? Tentu tidak, selama tujuannya memang untuk menyebarkan kebaikan, bukan untuk pamer. Sah-sah saja jika ingin memposting tentang ibadah, namun penting untuk mengetahui batasan. Ada beberapa bentuk ibadah yang lebih baik dilakukan tanpa perlu orang lain tahu.

Penting juga untuk memahami bahwa tidak semua orang yang membagikan momen Ramadan itu berarti riya’ atau pamer. Sebaliknya, tidak semua orang yang tidak mengunggah berarti kurang beribadah. Setiap orang punya cara masing-masing dalam menjalani Ramadan.

Selama niatnya benar dan tidak mengalihkan fokus dari ibadah itu sendiri, membagikan momen Ramadan bisa menjadi hal yang positif. Namun, jika tujuan utamanya hanya untuk pencitraan, maka makna Ramadan bisa tergerus oleh tren dan kepentingan sosial semata.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak