Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan ini mengalami penurunan drastis, mencerminkan ketidakstabilan ekonomi Indonesia. Penurunan ini cukup parah hingga Bursa Efek Indonesia (BEI) harus menghentikan sementara perdagangan saham demi mencegah kepanikan lebih lanjut.
Sebagian orang mungkin mengira bahwa penurunan ini hanya disebabkan oleh faktor global. Namun, jika kita melihat lebih dalam, ada banyak kebijakan dalam negeri yang menjadi penyebab merosotnya kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Dari revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), ketidakjelasan program investasi negara (Danantara), hingga defisit APBN yang terus membengkak—semua ini membuat investor berpikir dua kali sebelum menanamkan modalnya di Indonesia.
1. RUU TNI: Militerisasi Jabatan Sipil yang Mengkhawatirkan
Salah satu isu yang memicu sentimen negatif adalah revisi UU TNI yang baru saja disahkan oleh pemerintah. Dalam revisi ini, prajurit aktif TNI diperbolehkan untuk menduduki jabatan sipil tanpa harus pensiun terlebih dahulu.
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai kalangan karena dikhawatirkan dapat mengancam demokrasi, menurunkan daya saing di pasar kerja, hingga meningkatkan risiko korupsi.
Bagi investor, kebijakan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan ekonomi. Mereka khawatir bahwa aturan main di Indonesia bisa berubah sewaktu-waktu, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi.
2. Danantara: Program Investasi Negara yang Mengundang Kecurigaan
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Danantara, yang bertujuan untuk mengelola dana aset BUMN guna menarik investasi asing. Jika dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi.
Namun, melihat rekam jejak korupsi yang terus terjadi di berbagai lembaga negara, banyak pihak yang meragukan transparansi Danantara.
Hal ini membuat investor skeptis terhadap pengelolaan dana investasi di Indonesia. Mereka takut bahwa Danantara bisa menjadi ladang baru bagi oknum yang ingin memperkaya diri sendiri, bukan untuk kepentingan rakyat.
3. Defisit APBN: Anggaran Negara yang Kian Tergerus
Satu lagi faktor yang memperburuk situasi adalah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin memburuk. Pada Februari 2025, APBN mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun, jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Apa dampaknya bagi investor?
Jika defisit semakin besar dan tidak ditangani dengan baik, nilai tukar rupiah bisa terus melemah, yang tentu saja merugikan investor asing. Untuk menutup defisit, pemerintah mungkin harus terus berutang, yang bisa membebani ekonomi dalam jangka panjang.
Ketika pemerintah lebih banyak mengeluarkan uang dibandingkan pemasukan yang diterima, investor melihat ini sebagai tanda bahwa ekonomi Indonesia tidak dikelola dengan baik.
Dampak dari semua kebijakan ini adalah menurunnya kepercayaan investor terhadap Indonesia. Jika investor mulai menarik modalnya, bukan hanya pasar saham yang terkena imbas, tetapi juga sektor riil.
Banyak perusahaan yang bergantung pada investasi asing untuk ekspansi bisnisnya. Jika modal asing berkurang, maka ekspansi bisnis melambat, dan pada akhirnya lapangan kerja semakin sulit didapatkan.
Ketidakstabilan ekonomi juga bisa memicu peningkatan harga barang dan jasa, yang berujung pada beban hidup yang lebih berat bagi masyarakat kecil. Akibatnya, daya beli masyarakat menurun, konsumsi melemah, dan pertumbuhan ekonomi semakin lesu.
Jika pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah nyata untuk mengembalikan kepercayaan pasar, bukan tidak mungkin IHSG akan terus turun, dan ekonomi Indonesia akan masuk ke dalam fase krisis yang lebih dalam.
Jika kebijakan-kebijakan kontroversial terus dibiarkan tanpa evaluasi, bukan hanya investor yang akan pergi, tetapi juga harapan masyarakat akan masa depan ekonomi yang lebih baik.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS