Menyambut Hari Buruh dengan Refleksi dan Harapan untuk Perubahan

Hayuning Ratri Hapsari | RIFQI MA'ARIF
Menyambut Hari Buruh dengan Refleksi dan Harapan untuk Perubahan
Massa Buruh dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (1/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Hari Buruh Internasional, yang diperingati setiap 1 Mei, bukan hanya sekadar hari libur atau perayaan semata. Bagi sebagian besar pekerja di seluruh dunia, hari ini adalah momen untuk merenungkan perjuangan panjang yang telah mereka jalani dalam memperjuangkan hak-hak mereka sebagai bagian dari tenaga kerja.

Di Indonesia, peringatan Hari Buruh adalah saat yang tepat untuk menilai sejauh mana negara kita benar-benar memperhatikan kesejahteraan para buruh dan memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi dan dihormati.

Penting untuk diingat bahwa Hari Buruh memiliki sejarah yang kaya. Peringatan ini dimulai di Amerika Serikat pada abad ke-19, sebagai bentuk protes terhadap kondisi kerja yang sangat buruk, seperti jam kerja yang panjang, upah rendah, dan lingkungan kerja yang tidak aman.

Pekerja saat itu menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari, dan perlindungan hak-hak dasar mereka. Seiring berjalannya waktu, perjuangan tersebut berhasil mendorong perubahan besar di banyak negara.

Hari Buruh kemudian diperingati di berbagai belahan dunia sebagai simbol perjuangan kelas pekerja untuk mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik dan pengakuan atas kontribusi mereka terhadap perekonomian.

Namun, meski telah ada banyak kemajuan sejak awal perayaan ini, tantangan bagi buruh di Indonesia masih sangat besar. Di tahun 2025, meskipun ada banyak perubahan dalam dunia kerja dan ekonomi, masih banyak buruh yang terpinggirkan dan mengalami ketidakadilan.

Salah satu masalah yang paling mencolok adalah upah yang masih jauh dari kata layak. Meskipun pemerintah telah menetapkan upah minimum, masih banyak pekerja yang merasa upah yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Di beberapa sektor, upah yang diterima buruh sering kali tidak sesuai dengan produktivitas yang mereka hasilkan, dan tidak mencerminkan biaya hidup yang terus meningkat.

Selain masalah upah, ketidakpastian pekerjaan juga menjadi masalah besar. Banyak buruh di Indonesia bekerja dalam status kontrak atau outsourcing, yang membuat mereka tidak memiliki jaminan sosial dan hak-hak yang sama seperti pekerja tetap.

Sistem kerja seperti ini sangat merugikan buruh karena mereka tidak memiliki perlindungan yang memadai ketika menghadapi kecelakaan kerja, penyakit, atau bahkan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Dalam banyak kasus, buruh kontrak bahkan tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti cuti tahunan, tunjangan, atau jaminan kesehatan yang layak. Ketidakpastian ini membuat buruh hidup dalam ketakutan dan ketidakstabilan ekonomi.

Selain itu, adanya kesenjangan antara pekerja di sektor formal dan informal juga semakin memperburuk keadaan. Buruh di sektor informal, seperti pekerja harian lepas, pedagang kaki lima, atau buruh tani, sering kali tidak mendapatkan perlindungan yang memadai.

Mereka bekerja dalam kondisi yang kurang menguntungkan dan tanpa jaminan sosial, meskipun kontribusi mereka terhadap perekonomian sangat besar.

Di sisi lain, buruh di sektor formal yang bekerja di perusahaan besar mungkin memiliki akses yang lebih baik terhadap jaminan kesehatan dan pensiun, namun tetap menghadapi tantangan terkait dengan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi dan kondisi kerja yang kadang-kadang tidak manusiawi.

Namun, di balik tantangan ini, ada beberapa harapan yang bisa kita lihat. Pemerintah Indonesia telah mulai mengarahkan perhatian pada beberapa isu penting yang dihadapi oleh buruh, seperti meningkatkan upah minimum dan memperbaiki kondisi kerja.

RUU Cipta Kerja yang disahkan pada 2020, meskipun menuai kontroversi, juga berusaha untuk memperbaiki iklim investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan baru, meskipun implementasinya masih perlu pengawasan lebih lanjut.

Penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa buruh adalah pilar penting dalam perekonomian negara. Mereka adalah individu yang setiap hari bekerja keras, dari pagi hingga malam, untuk memastikan roda perekonomian tetap berjalan. Oleh karena itu, kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas.

Pemerintah harus mendengarkan aspirasi buruh, memberikan perlindungan yang lebih baik, dan memperbaiki sistem kerja yang lebih adil. Di sisi lain, buruh juga harus terus memperjuangkan hak-hak mereka dengan cara yang konstruktif, tidak hanya dengan protes atau demonstrasi, tetapi juga melalui dialog yang terbuka dengan pengusaha dan pemerintah.

Hari Buruh harus menjadi momen untuk menghargai segala perjuangan para buruh, tetapi juga untuk mendorong perubahan positif yang akan meningkatkan kehidupan mereka.

Sebagai masyarakat, kita juga harus lebih menghargai pekerjaan-pekerjaan yang sering kali terabaikan, seperti pekerjaan domestik, pekerja pabrik, dan pekerja konstruksi. Kita harus melihat mereka sebagai individu yang memiliki hak yang sama dengan kita, dan berhak atas perlakuan yang adil dan layak.

Hari Buruh bukan hanya sekadar memperingati perjuangan masa lalu, tetapi juga untuk merenungkan dan memperbaiki masa depan dunia kerja yang lebih adil bagi semua.

Dengan komitmen bersama dari pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, kita bisa mewujudkan sebuah sistem yang memastikan kesejahteraan buruh dan menciptakan Indonesia yang lebih sejahtera dan adil.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak