Hati-hati! 5 Kebiasaan Ini Bisa Merusak Mental Anak

Hikmawan Firdaus | thiara chairun nisa
Hati-hati! 5 Kebiasaan Ini Bisa Merusak Mental Anak
ilustrasi orang tua memegang baju anak.[Unsplash/Gabriel Tovar]

Kamu sudah menjadi orangtua? Percaya deh, enggak cuma kamu yang merasa tidak siap. Bahkan yang udah sepuh sekalipun, pasti beranggapan bahwa menjadi orangtua adalah peran yang paling sulit. Namun, kesulitan yang ada masih gak sebanding dengan kebahagiaan yang kamu dapat.

Adalah nikmat tidak terhingga ketika kamu bisa menemani dan membimbing pertumbuhan anak layaknya seorang teman. Tapi, hindari 5 hal ini kalo kamu gak mau merusak perkembangan mereka!

1. Melarang anak mengekspresikan diri

Kamu masih suka marah setiap anak nangis-nangis? Atau bahkan kamu berani menggunakan kekerasan biar anak gak mengganggu ketenangan kamu? Stop sekarang juga! Jangan pernah melarang anak untuk mengekspresikan perasaan mereka.

Emosi yang terpendam bisa membentuk benang kusut yang sulit terurai ketika dia dewasa. Kamu gak mau dong, kalo anak nantinya terus membohongi diri karena sewaktu kecil terbiasa memendam perasaan?

2. Terlalu menuntut

Anak itu cuma titipan. Itu artinya, anak dilahirkan bukan untuk memenuhi ekspektasi orangtua mereka. Berhenti jadi orangtua yang menuntut ini-itu tanpa bercermin apakah kita udah menjadi orangtua yang pantas untuk dia.

Terlalu menuntut anak akan berdampak buruk untuk pola pikirnya. Dewasa nanti, dia gak akan tau bagaimana cara melakukan suatu hal demi diri sendiri. Walhasil, anak akan hidup dengan cara memenuhi ekspektasi dan standar orang lain.

3. Membanding-bandingkan

Berhenti jadi orangtua yang membandingkan anak dengan orang lain, dengan saudara-saudara mereka, atau bahkan dengan orangtua itu sendiri.

Jangan tanamkan pada anak bahwa hidup adalah perlombaan siapa yang lebih baik di antara satu dengan yang lainnya. Kebiasaan ini membuat anak turut membandingkan diri mereka dengan orang lain ketika besar nanti.

4. Bereaksi berlebihan

Apa yang kamu lakukan saat anak pulang bermain ketika hari mulai gelap? Marah? Wajar. Tapi alangkah lebih baik kalo kecemasan yang kamu rasakan gak dilampiaskan kepada anak dalam bentuk amarah. Apalagi sampai memaki yang setiap caciannya bisa membunuh seribu sel pada otak anak.

Anak belum cukup mengerti perasaan orangtua yang mencemaskan mereka. Tapi kamu bisa mengerti keinginan besar anak untuk bermain. Jadi, cukup berikan dia pemahaman dibalik rasa cemas yang kamu alami, agar anak belajar gak mengulanginya lagi.

5. Menyalahkan anak

Ketika anak jatuh, misalnya. Gak jarang orangtua akan menyalahkan anaknya abis-abisan. Padahal, anak tidak pernah bermaksud ingin melukai diri. Anak hanya ingin mencoba hal baru yang menarik perhatian mereka.

Daripada menyalahkan terus-menerus, lebih baik kamu memberi pengertian akan konsekuensi dari pilihan dan tindakan yang anak ambil. Dengan begitu, anak pun siap serta berani bertanggung jawab atas risiko yang ada.

Kamu gak bisa memilih lahir dan besar di keluarga yang seperti apa. Tapi kamu bisa menciptakan keluarga hebat dengan penerapan parenting yang baik. Semoga kita menjadi orangtua yang terus mau belajar.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak