Mengatasi Gaya Hidup Konsumtif dari Tren FOMO dalam Kacamata Ekonomi Islam

Hikmawan Firdaus | Nur Abdika Rakhmah Wati
Mengatasi Gaya Hidup Konsumtif dari Tren FOMO dalam Kacamata Ekonomi Islam
Ilustrasi belanja. (Dok. Shutterstock)

Di era modern ini, kemudahan akses memperoleh informasi dari seluruh penjuru dunia secara cepat membentuk sebuah fenomena 'tren' yang menjadi perhatian masyarakat. Tren inilah yang membawa arus fenomena sosial yang disebut FOMO (Fear of Missing Out), yaitu keadaan dimana seseorang merasa takut ketinggalan atau takut tidak mengikuti suatu pengalaman-pengalaman yang dianggap penting dan menarik oleh orang lain atau kebanyakan masyarakat.

FOMO erat kaitannya dengan sebuah aktivitas konsumsi, baik konsumsi dalam bentuk barang maupun jasa. Dalam kajian ekonomi, fenomena FOMO menyebabkan kecenderungan gaya hidup yang konsumtif, melakukan aktifitas konsumsi secara berlebihan diluar kebutuhan pokoknya. Anak muda merupakan kalangan yang mendominasi terjadinya gaya hidup FOMO ini.

Apabila kebiasaan gaya hidup konsumtif terus berlanjut akan membuat masalah ekonomi yang serius di masa depan anak muda, apalagi jika tidak diimbangi dengan kebiasaan menabung. Gaya hidup FOMO seringkali di awali karena tekanan sosial yang menimbulkan budaya konsumtif di era dominasi masyarakat modern saat ini.

Media sosial merupakan pemicu utama dalam arus fenomena FOMO dibarengi dengan berkembangnya bidang periklanan (adsense) yang mudah dijumpai dimanapun dan di semua media sosial. Media sosial dan adsense inilah yang memperkuat persepsi seseorang yang menganggap sebuah keharusan dalam gaya hidup dan kepemilikan barang. Hal ini mendorong seseorang ingin mendapat pengakuan orang lain dengan memperlihatkan gaya hidup glamor dengan membeli atau mengonsumsi barang secara terus menerus.

Dalam pandangan ekonomi Islam, budaya konsumtif bertentangan dengan ajaran agama terkait nilai-nilai kesederhanaan (qana'ah) dan keadilan ('adl). Selain itu, dalam menggunakan sumber daya yang ada juga perlu menyikapi dengan bijak dan seimbang antara materi dan spiritual.

Keseimbangan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan standar gaya hidup yang Islami, dimulai dari niat dalam mengawali segala aktifitas dengan tujuan ibadah kepada Allah SWT, menerapkan gaya hidup yang baik dan sesuai syariah, akal sehat, adat istiadat, menerapkan gaya hidup yang halal dan thayyib dan tidak menyebabkan kerusakan atau berbuat tidak adil kepada orang lain. 

Pandangan Ekonomi Islam

Dalam pandangan ekonomi Islam, pada dasarnya menekankan agar menjauhi gaya hidup FOMO atau konsumtif, sebagaimana dalam Al-Qur'an Surah Al-Isra: 27 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Ekonomi Islam memandang gaya hidup FOMO merupakan tantangan yang perlu dihadapi secara bijak, karena Islam mengajarkan hidup sederhana dan menjunjung keadilan dalam seluruh aspek kehidupan. FOMO dan gaya hidup konsumtif juga dapat menjadi hambatan dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi Islam secara luas, termasuk dalam pemerataan kekayaan dan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, Islam memberikan panduan yang relevan dalam berbagai permasalahan kehidupan, termasuk fenomena FOMO terkait gaya hidup konsumtif. 

Ada beberapa langkah dalam upaya mengatasi gaya hidup FOMO menurut perspektif ekonomi Islam: 

1.  Menanamkan dan memahami konsep kebahagiaan dan keberhasilan yang tidak dinilai dengan kepemilikan barang atau material dengan gaya hidup glamor. Tetapi kebahagiaan sesungguhnya akan didapatkan ketika berhubungan baik dengan Allah SWT, keluarga dan sesama manusia yang diimbangi dengan pengembangan diri dari sisi intelektual dan spiritual.

2. Dalam keseharian perlu mempraktikkan nilai-nilai kesederhanaan (qana'ah), dibarengi dengan mensyukuri segala sesuatu yang telah dimiliki, bersedia berbagi dengan sesama dan tidak terlalu memikirkan harta kekayaan duniawi saja. Dalam ekonomi Islam, konsep kesederhanaan (qana'ah) adalah ketika berusaha menghindari pemborosan atau konsumsi berlebihan, sehingga hanya mengutamakan pengeluaran kebutuhan pokok dan amal.

3. Perlunya membangun sebuah kesadaran akan tanggung jawab sosial di masyarakat. Dalam Islam, menunaikan zakat merupakan rukun Islam yang ke empat, sehingga wajib hukumnya bagi yang mampu. Selain zakat, infak maupun sedekah juga menjadi instrumen penting dalam mengurangi kesenjangan sosial, pemerataan kekayaan, dan kesejahteraan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

4. Menanamkan nilai-nilai Islami dengan bertaqwa kepada Allah SWT. Maksudnya, menjauhi dari godaan yang membawa sifat konsumtif dengan menyadari akibat dari konsumsi berlebihan, lebih kritis dengan tawaran konsumsi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan perlunya mengendalikan emosi diri sendiri terhadap ekspetasi orang lain, sehingga tidak ikut arus kompetisi konsumtif yang tidak sehat.

Pada intinya, dalam kacamata ekonomi Islam, gaya hidup FOMO merupakan tantangan serius yang perlu dihadapi secara bijak dengan cara mempraktikkan nilai-nilai kesederhanaan, tanggung jawab sosial, dan kepemimpinan diri sesuai dengan ajaran agama Islam. Dengan demikian, keseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual akan tercapai, serta turut berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih luas sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak