Baru-baru ini, Oxford University Press baru saja memberikan sebuah kabar yang menggemparkan seluruh jagat dunia maya. Hal tersebut tentu saja mengenai pernyataan mereka bahwa kata “Brain rot” menjadi Word Of The Year di tahun 2024 ini berdasarkan hasil pemungutan suara sebanyak 37.000 orang, mengalahkan 5 kata lainnya yang menjadi nominasi. Namun sebenarnya apa sih sebenernya brain rot itu? Apa hubungannya istilah tersebut dengan kebiasaan scrolling media sosial?
Mengenal apa itu fenomena brain rot
Jadi apa itu brain rot? Menurut Oxford (2024), brain rot merupakan kemunduran yang diduga terjadi pada kondisi mental atau intelektual seseorang, terutama dilihat sebagai akibat dari konsumsi berlebihan terhadap konten (khususnya konten daring) yang dianggap receh.
Fenomena brain rot ini sendiri diikuti dengan menjamurnya istilah baru dari kalangan Gen Alpha seperti skibidi toilet, rizz, fanum tax, dan sebagainya. Brain rot sendiri telah menjadi istilah yang menggambarkan kekhawatiran mengenai dampak dalam mengonsumsi konten berkualitas rendah di media sosial saat ini. Bisa dikatakan bahwa istilah ini merupakan konotasi otak yang telah membusuk akibat mengonsumsi konten-konten daring.
Dari penjelasan di atas, apa yang menyebabkan seseorang mengalami brain rot dari kaitannya dengan kebaisaan akan scrolling socmed ini? Tentu saja tentang betapa tak terhitungnya berapa banyak konten tak bermanfaat yang bertebaran di media sosial kita saat ini.
Konten-konten di dunia maya, terutama dalam bentuk video pendek, telah menstimulasi otak kita secara berlebihan untuk mengonsumsi media sosial sehingga menyebabkan kecanduan dan mengalami penurunan kognitif pada bagian otak kita.
Kecanduan media sosial
Kecanduan media sosial termasuk penggunaan video pendek, memiliki berbagai dampak negatif, terutama pada kesehatan mental dan perilaku sosial pengguna. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam sehari memiliki kemungkinan 1,55 kali lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan mental dibandingkan mereka yang menggunakan media sosial kurang dari dua jam (Ernawati, 2024).
Penurunan Konsentrasi Belajar
Kecanduan media sosial dapat mengganggu konsentrasi dan hasil belajar. Dalam studi yang dilakukan, ditemukan bahwa siswa yang terlibat dalam penggunaan media sosial selama pelajaran menunjukkan hasil kuis yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak menggunakan media sosial (Zelfiah, 2018)
FOMO
Selain itu, media sosial cenderung akan menimbulkan pikiran FOMO. FOMO adalah fenomena psikologis di mana individu merasa cemas akan kehilangan informasi atau pengalaman penting. Penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara FOMO dan kecanduan media sosial pada remaja, di mana semakin tinggi FOMO, semakin tinggi pula tingkat kecanduan (Filibiana dan Wibowo, 2023)
Kesimpulan
Scrolling media sosial, salah satunya video pendek sebagai bagian dari konten media sosial memiliki daya tarik tersendiri namun juga membawa risiko kecanduan yang signifikan sehingga memicu fenomena brain rot. Penting untuk memahami dampak ini dan menerapkan langkah-langkah proaktif untuk meminimalkan efek negatifnya terhadap kesehatan mental dan perilaku remaja terutama kalangan Gen-Z dan Gen-Alpha sendiri, di mana istilah brainrot tersebut lahir dari kalangan mereka.