Sehari Tanpa Ponsel, Apakah Hidup Masih Bisa Berjalan Normal?

Hikmawan Firdaus | Sherly Azizah
Sehari Tanpa Ponsel, Apakah Hidup Masih Bisa Berjalan Normal?
ilustrasi ponsel iPhone [pexels/Desain Jess Bailey]

Apa yang terjadi jika Anda meletakkan ponsel selama 24 jam penuh? Dunia mungkin tidak akan berhenti berputar, tetapi hidup Anda bisa jadi terasa berbeda, mungkin lebih tenang, atau justru penuh tantangan.

Digital detox, sebuah istilah yang semakin populer, mengajak kita untuk berhenti sejenak dari layar dan kembali terkoneksi dengan dunia nyata. Sekilas, ini terdengar mudah. Namun, jika Anda mencobanya, baru terasa betapa kita sudah sangat bergantung pada gawai.

Ketergantungan pada ponsel bukan hanya masalah pribadi, tetapi fenomena global. Menurut Journal of Media Psychology yang berjudul Digital Well-Being and Mental Health (Carr & Hayes, 2015), penggunaan gawai secara berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental, seperti meningkatkan tingkat stres dan rasa cemas.

Notifikasi tanpa henti, keinginan untuk terus scrolling, hingga rasa takut ketinggalan informasi (FOMO) menjadi bukti bahwa ponsel kini lebih dari sekadar alat komunikasi. Itu sebabnya, mencoba sehari tanpa ponsel bisa menjadi langkah kecil untuk mengevaluasi hubungan kita dengan teknologi.

Lalu, apa yang terjadi selama 24 jam itu? Awalnya, mungkin Anda merasa gelisah. Tangan akan terasa "gatal" untuk mencari layar, kepala sibuk berpikir apakah ada pesan penting yang terlewat, atau Anda akan terus mengintip jam, berharap waktu cepat berlalu.

Namun, setelah beberapa jam, Anda akan menyadari bahwa dunia di luar layar tak kalah menarik. Anda mungkin mendengar suara burung di pagi hari, merasakan angin di wajah, atau menikmati percakapan tanpa distraksi.

Sebuah studi dari Journal of Social and Clinical Psychology (Twenge, et al., 2018) menunjukkan bahwa mengurangi penggunaan media sosial selama tiga minggu saja sudah dapat menurunkan tingkat depresi dan kesepian secara signifikan.

Selain itu, digital detox juga memberi ruang bagi otak untuk "bernapas." Tanpa gangguan notifikasi, Anda bisa lebih fokus pada tugas yang selama ini tertunda, seperti membaca buku yang sudah lama dibeli atau menulis jurnal harian. Aktivitas sederhana ini bisa meningkatkan kesadaran diri (mindfulness) dan memperkuat rasa puas terhadap kehidupan.

Dalam buku Digital Minimalism (Cal Newport, 2019), penulis menjelaskan bahwa menjauh dari ponsel membantu kita menemukan kembali makna dan kualitas waktu yang terbuang selama ini.

Namun, apakah digital detox ini cocok untuk semua orang? Jawabannya tentu bergantung pada kebutuhan masing-masing. Seorang pekerja yang pekerjaannya mengandalkan gawai mungkin sulit melakukannya tanpa perencanaan matang.

Tapi, bukan berarti ini mustahil. Anda bisa memulai dari langkah kecil, seperti mengatur waktu khusus tanpa ponsel selama dua jam sehari atau mematikan notifikasi aplikasi yang tidak penting.

Mengapa digital detox penting? Karena ini bukan hanya soal mengistirahatkan mata dari layar, tetapi juga memberi kita kesempatan untuk memeriksa ulang prioritas hidup.

Dunia digital memang memberikan banyak manfaat, tetapi jika tidak dikendalikan, ia bisa merampas waktu dan perhatian kita. Sehari tanpa ponsel mungkin terasa berat di awal, tetapi manfaat jangka panjangnya sangat berharga. Anda akan lebih hadir untuk orang-orang terdekat dan bahkan, untuk diri sendiri.

Jadi, apakah Anda siap untuk mencoba? Mungkin ini saatnya untuk berhenti sejenak, meletakkan ponsel, dan merasakan kehidupan tanpa gangguan. Seperti yang dikatakan Newport, "Teknologi harus menjadi pelayan, bukan tuan." Jangan biarkan layar membatasi pandangan Anda terhadap dunia nyata.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak