Fenomena anak di bawah umur yang mengendarai sepeda listrik semakin marak di sejumlah kota. Meski belum memiliki SIM dan keterampilan berkendara, banyak yang dibiarkan melaju di jalan raya, menimbulkan kekhawatiran soal keselamatan.
Faktanya kita sering kali melihat anak-anak di bawah umur sedang mengendarai sepeda atau motor listrik di jalan raya. Beberapa ada yang menggunakan helm, tetapi tak jarang mendapati mereka tanpa menggunakan helm. Selain itu beberapa anak-anak kerap kali berboncengan lebih dari dua orang.
Fenomena ini sudah dianggap lumrah dan dianggap sebagai tren atau mainan baru bagi kalangan anak-anak. Hal ini dapat terjadi karena kendaraan tersebut cenderung mudah diakses dan relatif murah. Nah, berikut aturan dan risiko keselamatan yang kerap luput dari perhatian orang tua maupun anak:
Aturan dan Regulasi
Jika kita telaah lebih lanjut sebenarnya sudah ada regulasi dan peraturan mengenai sepeda listrik. Mengutip dari BPK RI, Penggunaan sepeda listrik diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Republik Indonesia Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Dengan aturan sebagai berikut:
- Menggunakan helm;
- Usia pengguna paling rendah 12 (dua belas) tahun;
- Tidak diperbolehkan untuk mengangkut penumpang kecuali Sepeda Listrik yang dilengkapi dengan tempat duduk penumpang;
- Tidak diperbolehkan melakukan modifikasi daya motor yang dapat meningkatkan kecepatan;
- Memahami dan mematuhi tata cara berlalu lintas meliputi:
- Menggunakan kendaraan tertentu secara tertib dengan memperhatikan keselamatan pengguna jalan lain;
- Memberikan prioritas pada pejalan kaki;
- Menjaga jarak aman dari pengguna jalan lain; dan
- Membawa kendaraan tertentu dengan penuh konsentrasi.
- Dalam hal pengguna kendaraan tertentu berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun, pengguna kendaraan tertentu harus didampingi oleh orang dewasa.
Risiko & Keselamatan
Seperti yang kita ketahui tentu anak-anak masih memiliki keterampilan berkendara yang minim. Anak-anak cenderung belum memiliki refleks, keseimbangan, serta koordinasi motorik yang sebaik orang dewasa. Hal ini tentu akan membahayakan keselamatan anak itu sendiri.
Selain itu anak-anak juga cenderung belum mampu untuk membaca situasi jalan dengan kompleks. Contohnya adalah kendaraan lain yang melaju dengan sangat cepat, belokan atau tikungan tajam, dan lebih jauh lagi kondisi jalan yang rusak.
Lebih dari itu, terkadang anak-anak masih belum mengetahui dengan sangat jelas terkait lalu lintas. Banyak anak tidak memahami rambu-rambu dasar atau aturan prioritas jalan. Dalam beberapa kasus, anak-anak cenderung mengikuti insting, misalnya menyebrang secara mendadak atau berbelok tanpa memberikan tanda.
Di luar itu, tubuh anak-anak juga lebih rentan dibandingkan tubuh orang dewasa. Menurut World Health Organization (WHO), kepala anak-anak cenderung lebih lunak sehingga lebih rentan terhadap cedera kepala serius dibandingkan orang dewasa.
Data dari World Health Organization (WHO) juga menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama kematian pada anak dan remaja usia 5–29 tahun. Risiko kematian akibat kecelakaan ini bahkan tercatat tiga kali lebih besar di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi.
Fenomena anak-anak yang mengendarai sepeda listrik seharusnya tidak hanya dipandang sebagai tren baru, tetapi juga sebagai peringatan akan pentingnya keselamatan di jalan raya. Aturan sudah ada, namun tanpa pengawasan orang tua dan kesadaran kolektif masyarakat, risiko kecelakaan akan terus menghantui.
Sepeda listrik memang menawarkan kemudahan dan dianggap ramah lingkungan, tetapi tanpa disiplin dan kedewasaan dalam penggunaannya, kendaraan ini bisa berubah menjadi ancaman bagi penggunanya sendiri maupun orang lain di jalan.