Di balik bintik kecil yang menempel di kulit, ternyata mengandung cerita panjang tentang sains dan kepercayaan.
Sebagian orang melihatnya sekadar pigmen, sebagian lain membaca maknanya sebagai tanda keberuntungan, bahkan nasib.
Uniknya, masih banyak yang percaya bahwa tahi lalat berasal dari “kotoran serangga”, sebuah mitos yang telah hidup di masyarakat jauh sebelum dunia medis memberi penjelasan ilmiahnya.
Antara Sains dan Keajaiban Tubuh
Secara medis, tahi lalat atau nevus melanositik adalah hasil penumpukan sel pigmen bernama melanosit di lapisan kulit. Situs kesehatan Alodokter menjelaskan, selain berwarna cokelat atau agak gelap, warna tahi lalat juga ada yang sama persis dengan warna kulit. Bentuknya ada yang bulat, oval, menonjol, atau datar.
Penjelasan serupa juga disampaikan oleh National Cancer Institute (NCI) di Amerika Serikat: “A common mole is a growth on the skin that develops when pigment cells (melanocytes) grow in clusters.”
Dengan kata lain, tahi lalat hanyalah bagian dari tubuh yang tumbuh secara alami, bukan “kotoran serangga” yang menempel di kulit seperti yang sering diceritakan orang tua dahulu.
Namun, di luar sisi medis, tahi lalat sering kali punya tempat istimewa di hati masyarakat. Ia bukan sekadar bintik, tapi “tanda” yang dipercaya membawa pesan tersendiri bagi pemiliknya.
Dalam kebudayaan Indonesia, terutama di Jawa, kehadiran tahi lalat kerap dianggap sebagai petunjuk karakter atau nasib seseorang. Primbon Jawa misalnya, memiliki daftar panjang tentang arti letak tahi lalat di berbagai bagian tubuh.
Sementara Suara.com juga memuat artikel populer berjudul “10 Arti Tahi Lalat di Berbagai Bagian Tubuh, Ada yang Simbol Nasib Buruk”, yang menulis: “Tahi lalat adalah tanda lahir unik yang terdapat pada tubuh manusia. Tahi lalat mengandung arti tentang karakter seseorang, masa depan, keberuntungan, atau kemalangan.”
Artikel tersebut bahkan menyebut bahwa tahi lalat di dagu bisa menandakan keteguhan hati, sementara di hidung dikaitkan dengan daya tarik atau kepribadian yang dominan.
Hal semacam ini membuat tahi lalat seolah menjadi “peta” nasib yang bisa dibaca di tubuh manusia. Dari satu titik kecil, lahirlah tafsir tentang kesetiaan, keberuntungan, atau bahkan misteri garis keturunan.
Mitos “Kotoran Serangga”: Dari Mana Asalnya?
Kepercayaan bahwa tahi lalat berasal dari kotoran serangga mungkin terdengar lucu bagi generasi muda, tapi mitos ini punya akar simbolik yang dalam. Dalam cerita rakyat, serangga sering dihubungkan dengan “jejak kecil” yang ditinggalkan di tubuh, jejak itu kemudian menandakan sesuatu yang tak kasatmata.
Di sisi lain, antropolog percaya mitos seperti ini muncul karena keterbatasan pengetahuan medis masa lalu.
Ketika orang melihat bintik gelap tiba-tiba muncul di kulit tanpa sebab jelas, mereka mencoba mencari penjelasan yang masuk akal di luar dunia medis. “Serangga” menjadi simbol paling mudah: kecil, misterius, dan meninggalkan bekas.
Tahi Lalat dan Tubuh Sebagai Teks Budaya
Dalam tradisi yang lebih luas, praktik “membaca tubuh” bukan hanya milik Indonesia. Peneliti Véronique Dasen dalam artikelnya “Body Marks, Birthmarks: Body Divination in Ancient Literature and Iconography” menulis bahwa sejak zaman Yunani-Romawi, tanda-tanda di tubuh seperti tahi lalat dibaca sebagai penanda nasib atau karakter.
“Body marks and moles were interpreted as messages of fate written on the human skin.”
Artinya, tubuh manusia sejak lama dianggap bukan hanya wadah biologis, tetapi juga ruang simbolik tempat takdir “tertulis”. Pandangan ini, dalam bentuk yang lebih lokal, juga hidup dalam primbon dan tradisi lisan di Indonesia.
Ketika Budaya Bertemu Medis
Kini, di era modern, kita tahu bahwa tahi lalat hanyalah kumpulan sel pigmen yang tumbuh bersama. Tapi keyakinan bahwa ia adalah “tanda” tetap tak pernah sepenuhnya hilang.
Sebagian orang masih mencari arti di balik letaknya, sebagian lain memeriksakannya ke dokter kulit karena takut menjadi kanker.
Menurut Skin Cancer Foundation, orang dengan lebih dari 10 tahi lalat atipikal memiliki risiko melanoma hingga 12 kali lipat dibanding yang tidak.
Dokter menyarankan untuk memantau perubahan bentuk, warna, dan ukuran tahi lalat. Sementara budaya mengingatkan bahwa setiap tanda di tubuh membawa kisah dan identitas.
Akhirnya, Sebuah Titik di Antara Dua Dunia
Tahi lalat adalah pertemuan antara biologi dan mitologi; antara sains yang dingin dan kepercayaan yang hangat. Ia bisa menjadi peringatan medis, atau sekadar “tanda” yang membuat seseorang merasa istimewa.
Apakah tahi lalat benar berasal dari “kotoran serangga”? Tentu tidak. Tapi mitos itu tetap hidup karena manusia selalu butuh cerita untuk memahami hal-hal kecil yang tumbuh di tubuhnya.
Dan di balik setiap titik kecil di kulit, mungkin memang ada secuil misteri tentang siapa kita, dan bagaimana kita dibaca oleh dunia.