Di tengah kehidupan modern yang serba cepat, rasa cemas, stres, dan tekanan sosial seolah jadi bagian dari keseharian. Banyak dari kita yang merasa lelah mengejar ekspektasi, kesulitan mengendalikan emosi, atau bingung mencari makna hidup.
Dalam situasi seperti ini, filsafat kuno dari Yunani dan Romawi, yaitu Stoikisme, kembali dilirik sebagai jalan untuk menemukan ketenangan. Lewat buku “The Art of Stoicism" karya Adora Kinara, kita diajak melihat Stoikisme bukan sekadar teori kaku, tapi sebagai panduan hidup yang membumi dan relevan dengan kehidupan.
Sejak halaman pertama, buku ini terasa berbeda dari bacaan filsafat pada umumnya. Adora Kinara berhasil menyederhanakan ajaran-ajaran Stoikisme yang sering dianggap berat, lalu menyusunnya menjadi panduan yang mudah dipahami.
Inti ajarannya sederhana, yaitu kebahagiaan sejati bukan ditentukan oleh apa yang terjadi di luar diri kita, melainkan oleh bagaimana kita mengatur pikiran, emosi, dan respons kita sendiri. Sebagaimana kutipan Marcus Aurelius yang menghiasi sampul belakang, “Kebahagiaan sejati tidak bergantung pada apa yang akan terjadi di luar diri kita, tetapi pada bagaimana kita mengarahkan pikiran dan pandangan kita terhadap hidup.”
Buku ini terdiri dari 13 bab, masing-masing membahas aspek penting dalam kehidupan. Mulai dari pengenalan dasar Stoikisme, ajakan untuk mencintai diri sendiri, hingga refleksi mendalam tentang mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Penyusunan bab yang rapi membuat pembaca bisa menikmati isi buku dengan alur yang jelas, tanpa harus pusing dengan istilah filsafat yang rumit. Membacanya terasa seperti mendengar cerita dari seorang teman yang bijak, bukan seperti duduk di kelas filsafat yang kaku.
Beberapa bab yang paling menonjol adalah ketika penulis mengulas tentang hubungan kita dengan orang lain. Misalnya, bab “Jangan Biarkan Orang Lain Merusak Kedamaianmu” (Bab 7), yang mengingatkan kita untuk tetap tenang meski berhadapan dengan orang-orang sulit.
Pesan ini terasa sangat relevan di era media sosial yang sering penuh dengan komentar pedas dan perdebatan tidak berujung. Lalu ada bab “Pahamilah Orang Lain dengan Baik” (Bab 11), yang mengajak kita melihat dunia dengan kacamata empati. Dua bab ini menekankan bahwa menjaga kedamaian batin bukan berarti menjauh dari orang lain, melainkan belajar merespons mereka dengan bijak.
Selain itu, buku ini juga mengajarkan kita untuk tidak menyia-nyiakan hidup. Bab “Jangan Sia-siakan Hidupmu” (Bab 9) mengingatkan bahwa waktu kita terbatas, sehingga penting untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar bermakna.
Ada juga ajakan untuk “Jadilah Orang yang Baik” (Bab 4), yang menekankan bahwa kebajikan adalah pondasi utama kehidupan yang seimbang. Pesan-pesan sederhana ini terasa hangat, sekaligus menohok, karena seringkali hal-hal mendasar justru yang paling kita abaikan.
Kelebihan buku ini terletak pada pendekatan praktisnya. Adora Kinara tidak hanya memaparkan teori, tapi juga memberi cara-cara sederhana untuk melatih pikiran. Misalnya, bagaimana kita bisa tetap fokus pada tujuan, mengurangi distraksi, atau membangun ketangguhan mental dalam menghadapi ketidakpastian. Analogi yang digunakan pun mudah dipahami, membuat Stoikisme yang biasanya terlihat kaku justru terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Buku “The Art of Stoicism” bukan hanya sebuah buku tentang filsafat, melainkan juga buku tentang bagaimana menjadi manusia yang lebih kuat dan damai. Bacaan ini cocok bagi siapa saja yang sedang mencari cara untuk tetap tenang di tengah kekacauan dunia.
Buku ini mengingatkan kita bahwa kendali sejati ada di dalam diri kita, bukan pada peristiwa luar, melainkan pada cara kita meresponsnya. Sebuah buku yang ringan namun penuh makna, dan layak jadi teman refleksi setiap kali hidup terasa terlalu bising.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS