Media sosial kerap menjadi panggung besar untuk menunjukkan kreativitas, termasuk bagi pelajar dengan berbagai ide konten yang coba disampaikan. Sayangnya, alih-alih tema pendidikan, belakangan justru makin marak konten riasan (makeup) anak sekolah yang menuai kontroversi.
Banyaknya konten makeup anak sekolah di berbagai platform media sosial mulai memicu pembahasan di kalangan warganet soal "darurat makeup", terutama di lingkungan sekolah. Bahkan, fenomena ini juga mulai dikaitkan dengan adab berpenampilan di sekolah.
Konten-konten seperti tutorial makeup ke sekolah, ulasan produk yang cocok untuk murid, hingga video transformasi ‘versi kusut vs. cantik’ seolah sudah menjadi hal biasa saking seringnya berseliweran di media sosial.
Bahkan, konten sejenis ini juga cepat menjadi viral dan mendulang jutaan penayangan (views), yang menjadi kebanggaan bagi si pembuat konten. Terlepas dari apresiasi atas ide kreatifnya, fenomena konten semacam ini di kalangan murid juga menimbulkan pro dan kontra.
Di satu sisi, makeup dipandang sebagai bentuk ekspresi diri dan kreativitas. Namun, di sisi lain, banyak orang tua, guru, hingga pemerhati pendidikan menilai tren ini berpotensi menggeser fokus utama siswa, yaitu belajar dan membangun kedisiplinan.
Kesan penampilan dengan mengutamakan pemakaian makeup berlebihan seolah memicu perdebatan: mau belajar atau catwalk? Lalu, bagaimana sebenarnya kita harus melihat tren makeup ini dalam konteks adab dan aturan berpenampilan di sekolah?
Bukan Sekadar Makeup, tetapi Juga Konten
Yang menarik, tren ini tidak lagi sekadar persoalan makeup, tetapi juga tentang konten. Banyak anak sekolah membuat rekaman sebelum berangkat, merekam proses makeup, hingga membuat transisi aesthetic dengan seragam sekolah.
Judul konten "makeup natural" sering digarisbawahi, meskipun pada akhirnya hasil akhir riasan tetap terlihat full-face, mulai dari penerapan produk alis, cushion, perona pipi (blush), hingga liptint yang merona.
Konten “GRWM” atau Get Ready With Me sebelum sekolah dan ulasan produk murah yang “ramah pelajar” juga kerap menjadi ide utama yang menjadi kampanye besar-besaran bagi ‘budaya’ baru datang ke sekolah versi full makeup.
Namun, ketika konten ini menjadi konsumsi harian pelajar, muncul pertanyaan penting: apakah semua ini sekadar tren atau ada dampak lain yang lebih dalam?
Saat Makeup Menjadi Bagian Identitas Remaja, "Darurat Adab" ke Sekolah Makin Mencuat
Makeup bagi remaja bukan hanya soal penampilan, tetapi juga menjadi bagian dari pencarian jati diri di fase eksplorasi. Di sisi lain, fase ini justru paling rentan terhadap tekanan media sosial hanya demi ikut-ikutan tren agar terlihat hype.
Lingkaran pertemanan juga memiliki andil dalam pengambilan keputusan untuk terlibat dalam konten serupa atau malah menjadi pengikut (followers). Pada akhirnya, keikutsertaan remaja usia sekolah berujung pada kebutuhan akan validasi demi meningkatkan kepercayaan diri.
Sayangnya, tren ini justru membuat kondisi "darurat adab" ke sekolah makin mencuat. Sekolah yang seharusnya membuat murid hanya fokus belajar dan menambah wawasan, kini bertambah dengan ‘casing’ cantik yang seolah menjadi kewajiban.
Adab Berpenampilan di Sekolah: Antara Aturan dan Nilai Etika
Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat membangun adab, disiplin, dan etika berpenampilan. Hampir semua sekolah memiliki aturan yang sama, yaitu larangan memakai makeup berlebihan.
Hal ini ditekankan, terutama di era sekarang, karena sekolah pada dasarnya merupakan ruang belajar, bukan peragaan busana (fashion show). Selain itu, aturan ini juga berlandaskan prinsip kesetaraan antarmurid demi meminimalkan tekanan untuk “terlihat cantik.”
Aturan sekolah juga mengarah pada latihan kedisiplinan, termasuk soal adab berpenampilan yang akan menjadi bagian dari pembangunan karakter (character building) soal kepantasan. Adab di sekolah ini nantinya akan menempatkan kesederhanaan dan kerapian sebagai prioritas, bukan kemewahan (glamor) atau estetika yang dibangun demi konten atau validasi sosial.
Tren Konten Makeup: Seru Boleh, Berlebihan Jangan
Tren makeup anak sekolah memang sudah menjadi bagian dari perkembangan zaman. Tidak salah jika anak ingin mengekspresikan diri, bersenang-senang, atau mengikuti tren. Namun, semuanya tetap harus ditempatkan sesuai porsinya.
Sekolah adalah tempat menimba ilmu, membangun karakter, dan mengembangkan potensi. Berekspresi dengan makeup boleh-boleh saja, tetapi tetaplah wajar dan hargai aturan yang berlaku.
Remaja boleh berekspresi, tetapi perlu memahami batasan etika dan adab berpenampilan sesuai tempatnya. Intinya, tampil cantik itu bonus, bukan prioritas di bangku sekolah.