Belut, mungkin nama ini terdengar sangat aneh bagi mereka yang belum pernah melihat ataupun mendengarnya. Hewan yang panjang dan licin ini ternyata sangat digemari di negara-negara besar seperti, Jepang, Korea, Cina, Taiwan, Hongkong, Malaysia, dan Singapura.
Tak heran mengapa negara-negara besar tersebut sangat tertarik dengan hewan yang mirip seperti ular, namun tidak bersisik ini karena nilai gizinya yang cukup tinggi, bahkan melebihi daging sapi dan juga telur, serta rasanya yang juga enak untuk dijadikan hidangan pendamping nasi.
Kebutuhan pasar yang sangat tinggi terhadap belut untuk diekspor merupakan suatu keuntungan yang sangat besar bagi warga Indonesia, khususnya dimana belut termasuk hewan yang terdapat banyak sekali di daerah Indonesia dan negara kita juga merupakan pemasok utama bagi negara-negara importir tersebut.
Namun, sangat disayangkan, kebutuhan belut yang sangat tinggi itu tidak diimbangi dengan usaha pelestariannya yang saat ini sangat dibutuhkan karena eksploitasi besar-besaran yang dilakukan para petani dan eksportir di indonesia yang mengakibatkan jumlah belut di alam semakin lama semakin berkurang.
Jadi bisa kita bayangkan, dalam waktu satu minggu belut di alam bisa diperjualbelikan dalam jumlah yang sangat besar. Bagaimana mungkin belut bisa bertambah jika eksploitasinya sangat besar-besaran?
Inilah yang menjadi problematika, tidak bisa dipungkiri bahwasannya belut harus dilestarikan guna menjaganya agar tetap berkembang dan ada dalam tatanan ekosistem, seperti hewan-hewan lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan Margiyatno mendirikan perusahaan CV Sumber Rezeki, Perusahaan ini menjadi tempat budidaya belut di Provinsi lampung, tepatnya di Kota Metro.
Margiyanto dengan tekad yang sangat kuat mulai berpikir untuk melestarikan belut yang saat ini jumlahnya semakin berkurang seiring berjalannya waktu.
“Kalo saya sih merasa kasihan dengan hewan licin itu, bayangkan saja setiap minggu berapa ribu ton belut yang pergi naik pesawat ke luar negeri,” ujar Margiyanto dengan lelucon di sela-sela kesibukannya.
Beliau juga berpendapat bahwasannya pemerintah juga harus ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian hewan licin ini karena kalau hanya 100 atau 1.000 orang yang berusaha melestarikannya, pasti masih sangat kurang dan jangan sampai kita terlambat yang akhirnya belut menjadi benar-benar punah dari muka bumi.
“Belut memang sumber bisnis, tetapi kita harus tetap menjaganya juga dong,” ujar Margiyanto.
Inilah sebuah ironi yang wajib dipahami dan segera dilestarikan keberadaannya.
Dikirim oleh Fazri, Lampung
Anda memiliki cerita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]