Alternatif Penyediaan Infrastruktur di Tengah Keterbatasan Anggaran

Tri Apriyani | Eko Agus Purwanto
Alternatif Penyediaan Infrastruktur di Tengah Keterbatasan Anggaran
Ilustrasi kereta bawah tanah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas sekitar 1.905 juta km persegi . Selain wilayah yang sangat luas, penduduk Indonesia juga termasuk salah satu yang terbanyak di dunia, yaitu sekitar 269 juta jiwa. Dengan luasnya teritorial dan penduduk yang begitu banyak bisa anda bayangkan betapa banyak dana yang dibutuhkan Pemerintah guna memenuhi salah satu kewajibannya dalam menyediakan layanan infrastruktur yang memadai bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan sudah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut kebijakan anggaran defisit, yang artinya Indonesia mempunyai bagian anggaran berupa Pembiayaan untuk membantu Pendapatan Negara mengimbangi Belanja Negara. Lantas bagaimana cara agar Pemerintah dapat menyediakan layanan infrastruktur tanpa terus membebani komponen Pembiayaan dalam anggaran kita?

Infrastruktur merupakan kebutuhan dasar yang harus disediakan guna menunjang penyelenggaraan suatu negara. Oleh karena itu, baik negara maju maupun negara berkembang saling berlomba mempercepat penyediaan infrastruktur di negara masing-masing.

Mereka menyadari bahwa dengan tersedianya infrastruktur yang memadai maka akan menghasilkan domino effect yang positif di berbagai aspek, terutama ekonomi. Tak terkecuali Pemerintah Indonesia, yang menjadikan penyediaan infrastruktur sebagai prioritas selama 2014-2019.

Selama periode tersebut, Pemerintah terus mencari solusi guna mempercepat penyediaan infrastruktur ditengah keterbatasan anggaran yang tiap tahun menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah dalam merencanakan program kerjanya.

Pada umumnya Pemerintah menyediakan infrastruktur menggunakan dana APBN, namun seiring semakin besarnya jumlah utang maka Pemerintah mulai beralih kepada mekanisme penugasan Badan Usaha Milik Negara. Dikarenakan fleksibilitas BUMN dibanding Kementerian/Lembaga, maka mekanisme ini dianggap sebagai solusi dari dana APBN yang terbatas.

Namun saat ini muncul sebuah permasalahan mengenai mekanisme penugasan ini, yaitu kapasitas BUMN tidak lagi mencukupi untuk diberi penugasan tambahan. Terlalu banyaknya penugasan yang diberikan, justru membuat utang BUMN membengkak.

Karena keterbatasan anggaran Pemerintah, maka Penyertaan Modal Negara (PMN) tidak dapat terlalu diandalkan untuk menguatkan kapasitas BUMN sehingga BUMN berusaha menguatkan kapasitasnya dengan melakukan pinjaman yang pada akhirnya meningkatkan debt to equity ratio mereka.

Setelah mekanisme penugasan BUMN sudah tidak dapat dijadikan solusi utama dalam rangka penyediaan infrastruktur maka Pemerintah mulai gencar mempromosikan alternatif lain yang sering disebut dengan istilah KPBU. KPBU merupakan bentuk kerja sama antara Pemerintah dengan Badan Usaha dalam menyediakan layanan infrastruktur. Dengan mekanisme KPBU, maka tidak hanya BUMN yang dapat berpartisipasi, namun juga membuka peluang bagi pihak swasta untuk ikut serta dalam menyediakan infrastruktur.

Pentingnya peran serta pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur diperkuat oleh rekomendasi Bank Dunia melalui Infrastructure Sector Assessment Program (InfraSAP), suatu hasil analisis Bank Dunia terkait penyediaan infrastruktur di Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2018 lalu.

Dalam salah satu rekomendasinya, Bank Dunia menyarankan agar paradigma Pemerintah dalam menyediakan infrastruktur tidak lagi hanya mengandalkan APBN namun mulai membuka kesempatan pihak swasta untuk ikut terlibat. Kehadiran pihak swasta bukan hanya dapat menjadi solusi bagi keterbatasan anggaran, namun juga menjadi solusi atas kualitas layanan infrastruktur yang selama ini dirasa masih kurang maksimal.

Melihat tatanan regulasi yang ada, rasanya sudah cukup kuat untuk dijadikan landasan Pemerintah melaksanakan KPBU. Berbagai fasilitas pun telah disiapkan Pemerintah untuk membuat mekanisme ini lebih menarik minat pihak swasta, semisal Project Development Fund dan Viability Gap Fund.

Selain kedua fasilitas tersebut, Pemerintah juga menyediakan opsi pengembalian investasi pihak swasta selain dengan skema user pay, yaitu dengan menggunakan skema Availability Payment. Dengan berbagai hal yang dapat menjadi faktor pendorong penerapan KPBU, Pemerintah perlu memandang KPBU dengan lebih serius sebagai suatu mekanisme penyediaan infrastruktur yang dapat diandalkan.

Oleh: Eko Agus Purwanto 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak