Masyarakat dapat menggunakan alat-alat elektronik seperti kartu debit, kredit, ataupun uang elektronik untuk melakukan pembayaran.
Di tahun ini, pembahasan mengenai “cashless society” semakin marak dilakukan. Sebagian masyarakat di perkotaan cenderung menggunakan transaksi non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran. Di Indonesia, gerakan “cashless society” bukan hal yang baru.
Pada tahun 2014, Bank Indonesia (BI) mengumumkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk mendorong transaksi uang elektronik. Pemberlakuan transaksi non-tunai sudah dilakukan pemerintah, terutama di kota-kota besar. Seperti pembayaran layanan tranportasi TransJakarta, KRL maupun pembayaran di pintu tol.
Selain lebih praktis dan efisien, masyarakat tidak perlu lagi untuk membawa uang tunaiyang akan mengurangi kemungkinan pencurian dan mengurangi ketidaknyamanan karena membawa uang tunai dengan jumlah yang banyak.
Bank Indonesia (BI) mengatakan, cepat atau lambat masyarakat Indonesia akan menuju masyarakat yang tak lagi menggunakan uang tunai, melainkan bentuk kartu dalam setiap transaksi.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, sudah ada 39 e-wallet yang mendapatkan lisensi resmi. Pada tahun 2018, transaksi e-wallet di Indonesia mencapai angka 1.5 miliar dolar Amerika dan diprediksikan akan meningkat menjadi 25 miliar dolar Amerika pada tahun 2023.
Banyak muncul pro dan kontra terhadap “cashless society”. Sebagian ada yang percaya bahwa gerakan ini akan membawa lebih banyak manfaat, sementara sebagian yang lain berpikiran sebaliknya. Namun begitu, terlepas dari pro dan kontra yang ada, satu hal yang juga perlu menjadi sorotan adalah bagaimana gerakan “cashless society” ini memberikan dampak terhadap masyarakat dan perekonomian Indonesia.
Berikut dampak-dampak yang terjadi akibat “Cashless Society” terhadap perekonomian Indonesia:
Dengan bertransaksi secara cashless, dapat mempermudah transaksi dan transkasi dapat dengan mudah dilacak. Mulai dari jumlah transaksi, tempat, juga waktu, seluruh keterangantersebut bisa di dapatkan dengan mudah. Jika dibandingkan dengan transaksi digital, bertransaksi dengan uang tunai memiliki banyak kelemahan, seperti dari segi kepraktisan penyimpanannya.
Pajak yang dihasilkan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, meningkatkan pendapatan negara dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Cashless Society” juga dapat mempercepat sirkulasi uang dalam lingkup perekonomian Indonesia. Dengan e-money masyarakat jadi lebih mudah dalam melakukan berbagai transaksi. Bank juga akan mendapat komisi atas setiap transaksi yang dilakukan melalui e-money, kartu debit atau juga kartu kredit.
Cashless Society juga dapat menurunkan tingkat perampokan dan pecurian karena tak ada lagi uang tunai yang umumnya menjadi sasaran. Risiko mendapatkan uang palsu pun bisa dihindari dengan adanya metode ini.
Melakukan pembayaran secara cashless juga memberikankeuntungan untuk masyarakat. Masyarakat akan ditawarkan berbagai promo menarik dan akan dikenalkan dengan yang namanya cashback. Oleh karena itu, dapat dikatakan “Cashless Society” memberikan banyak manfaat untuk masyarakat dan perekonomian Indonesia.
Oleh: Rachel Christiana, Mahasiswi Administrasti Keuangan dan Perbankan 2019, Program Vokasi Universitas Indonesia