Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa saat ini kita negara Indonesia dan seluruh dunia sedang berada di tengah wabah , wabah Covid-19. Banyak orang yang terserang virus ini hingga berujung kematian dan mengakibatkan banyak hal yang harus terhenti akibat wabah ini. Salah satunya adalah kegiatan Ekonomi, seluruh dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi ini, tak terkecuali di Indonesia.
Menurut data WHO, per 8 Juni 2020 mencatat terdapat 6.931.000 jiwa yang terkonfirmasi 400.857 diantaranya dinyatakan meninggal dunia. Saat ini Amerika sedang menduduki kasus terbanyak,disusul dengan Brazil, Rusia, Inggris, India dan spanyol.
Walaupun jumlah angka kesembuhan semakin besar dari yang meninggal, namun tren angka yang terkonfirmasi dan meninggal belum juga menunjukkan penurunan, begitu juga di Indonesia. Berdasarkan data per 8 Juni 2020 dari Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19, Positif 32.033 Sembuh 10.904 dan Meninggal l1.883.
Demi memutus rantai penyebaran virus ini, pemerintah juga membuat peraturan di antaranya adalah social distancing, ibadah, belajar, dan bekerja dari rumah. Serta baru-baru ini di beberapa wilayah Indonesia juga menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau dikenal dengan PSBB .
Dengan adanya kebijakan tersebut banyak orang yang tidak melakukan aktivitas di luar rumah. Bahkan dapat kita liat pada Hari Raya Idul Fitri 1441 H yang baru saja kita lewati kemarin tidak seperti dulu lagi. Mudik tidak seramai dulu lagi, pasar juga tidak seperti dulu bahkan orang berlebaran hanya di rumah saja.
Dari sisi konsumsi karena tidak adanya aktivitas di luar rumah, ini sangat berpengaruh terhadap penurunan daya beli masyarakat. Pada sektor UMKM banyak yang tidak dapat melakukan kegiatan usahanya, sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap terganggunya kemampuan memenuhi kewajiban membayar kredit. Saat ini UMKM merasakan pukulan yang terdepan ujar Sri Mulyani dalam konfrensi pers bersama terkait stimulus Ekonomi pada (01/01/2020).
Selain dari sisi konsumsi, sektor pertumbuhan lainnya juga mengalami penurunan yang sangat signifikan. Mulai dari ekonomi tingkat tinggi sampai yang terendah terkena dampaknya, kegiatan ekspor impor, dan Kegiatan Investasi juga terkena dampak akibat adanya virus Covid-19 ini.
Dari sisi perindustrian yang masuk kategori Ekonomi Tingkat Tinggi baik itu dari industri manufaktur maupun industri garment. Industri manufaktur (otomotif) misalnya, saat ini sedang berada di bawah tekanan yang sangat tinggi karena ketergantungannya terhadap global supply chain yang menghambat produksi mereka.
Selain terhambatnya produksi, mereka juga mengalami penurunan permintaan dari konsumen. Hal itu juga dirasakan oleh industri garment. Banyak industri yang harus melakukan PHK terhadap sejumlah karyawannya, akibat menurunnya permintaan produksi. Agar tidak mengalami kerugian yang signifikan bagi industri tersebut.
Tak hanya itu saat ini industri pariwisata dan penerbangan mengalami kemerosotan pendapatan karena adanya kebijakan yang dibuat. Bahkan saat ini banyak dari industri pariwisata dan penerbangan mengalami kebangkrutan.
Industri tingkat menengah pun juga terkena imbasnya, industri perfilman misalnya, mereka terhambt melakukan kegiatan produksi. Apalagi saat ini bioskop sedag ditutup demi memutus rantai penularan virus ini.
Dari sisi kegiatan ekpor impor Indonesia juga terganggu dari yang tahun lalu ekspor Indonesia sudah negative gross, mengalamai pertumbuhan yang lebih dalam lagi. Kegiatan impor juga tetap mengalami negative gross.
Menurut pakar Ekonom dari Universitas Indonesia Fitrah Faisal Hastiadi mengatakan bahwa dari sisi Capital OutFlow (Arus Modal Keluar) pasar modal akibat virus corona ini beberapa pekan terakhir IHSGA sudah mulai masuk zona merah, yang artinya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan penurunan yang sangat signifikan.
Untuk menstimulus perekonomian agar pulih kembali maka pemerintah membuat beberapa kebijakan di antaranya adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah yang Bersifat Extraordinary
Presiden Joko Widodo telah menyampaikan bahwa untuk mencegah dampak dari perluasan Covid-19 itu sendiri dan pemburukan di bidang sosial ekonomi serta keuangan maka dilakukanlah Langkah penerbitan Perpu No. 1 tahun 2020, yang berisi langkah-langkah yang bersifat extraordinary yaitu melakukan tambahan belanja dan pembiayaan anggaran yang dimana diarahkan utnuk mengatasi dampak Covid-19.
Tambahan belanja yang cukup besar tersebut belum tersedia dalam APBN 2020 yaitu untuk intervensi penanggulangan Covid-19 dibidang kesehatan disediakan anggaran sebesar 75 triliun, untuk meningkatkan memperluas social Safety Nett disediakan sebesar 110 triliun dan untuk melindungi sektor Industri disediakan paket Rp70,1 triliun dan cadangan sebesar Rp150 triliun dalam rangka untuk penanganan, pembiayaan, penjaminan serta restrukturisasi dari perekonomian Indonesia.
Adanya kebijakan stimulus fiskal tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan perekonomian secara perlahan di kuartal ketiga.
Adanya Kartu Prakerja dan Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Dengan adanya Kartu Prakerja ini diharapkan dapat membantu para karyawan yang telah terkena dampak dari sebelumnya Kartu Prakerja ini untuk meningkatkan skill dan untuk yang belum dapat kerja. Setelah ada Covid-19 terjadi, jadinya semi bansos dan tetap ingin tetap semangat awal untuk bisa nambah skill offline dan online," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020).
Untuk Bantuan Langsung Tunai itu sendiri, Presiden Joko Widodo memutuskan bahwa pemerintah pusat akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp600.000 per bulan selama tiga bulan bagi keluarga miskin. Bantuan ini diberikan sebagai upaya meminimalisasi dampak pandemi virus corona Covid-19.
Warga yang mendapatkan BLT adalah mereka yang berdomisili di luar Jabodetabek. Sementara di Jabodetabek, saat pandemi Covid-19, warga miskin akan mendapatkan sembako dengan nilai sama, yakni Rp600.000 per bulan
Penurunan Tingkat Bunga
Stimulus fiskal juga telah diikuti dengan stimulus moneter yang diberikan oleh Bank Indonesia dengan menurunkan tingkat bunga acuan dan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM). Penurunan tingkat bunga acuan ini diharapkan akan diikuti dengan penurunan tingkat bunga pasar sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah
Penghasilan teratur yang diterima oleh pegawai berpenghasilan 200 juta rupiah setahun yang berkerja pada perusahaan yang terdampak pandemi virus corona mendapat fasilitas Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh 21) ditanggung pemerintah.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 23/PMK.03/2020 perusahaan yang terdampak pandemi virus corona merupakan perusahaan yang terdaftar pada 440 KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) tertentu dan perusahaan yang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor).
Semua upaya atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah diharapkan dapat memulihkan Kembali perekonomian akibat adanya wabah Covid-19 ini.