Beli Jajan di Pedagang Kaki Lima selama New Normal, Amankah?

Tri Apriyani | Muhamad Tsani Farhan
Beli Jajan di Pedagang Kaki Lima selama New Normal, Amankah?
ilustrasi pedagang kaki lima, jajanan pinggir jalan [shutterstock]

Memasuki era new normal, beberapa sektor usaha seperti Usaha Kaki Lima dan Usaha Berskala Besar sudah mulai buka kembali dengan protokol kesehatan yang sudah disesuaikan dengan standar dari pemerintah.

Untuk warung atau gerai makanan dan minuman yang sudah memiliki skala besar mungkin dapat dengan baik menerapkan protokol kesehatan, namun bagaimana dengan pedagang kaki lima?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sangat mengharapkan masyarakat dapat memahami standarisasi dari pangan aman, distribusi sampai sebelum layak dikonsumsi, dan seperti apa cara penyajiannya.

Hal tersebut sangat penting, sebab pangan sebagai kebutuhan dasar bahan pokok dan konsumsi sehari-hari harus dipastikan dapat benar-benar memberikan kebaikan bagi tubuh, bukan sebaliknya.

Lalu, apakah aman membeli jajanan di pedagang kaki lima? Apalagi pedagang kaki lima seringnya menyajikan makanan atau minumannya dengan kebersihan seadanya. Meski begitu tak dapat dipungkiri, jajanan kaki lima akan terus menjadi pilihan masyarakat di tengah kesibukan kerja dan kesulitan biaya hidup.

Dengan kebersihan yang seadanya, tentu hal tersebut sangat berisiko bagi kesehatan. Misalnya, rentan kontaminasi penyakit hingga keracunan akibat pengolahan dan penyajian yang tidak sesuai standar kesehatan.

Direktur Pengawasan Pangan Olahan Risiko Sedang dan Rendah BPOM, Emma Setyawati mengatakan bahwa pangan aman itu adalah harus terbebas dari tiga cemaran, yaitu biologi, kimia, dan fisik dari subjek makanan. Dalam hal ini, virus termasuk dalam cemaran biologi.

"Virus itu sebetulnya cemaran biologi," katanya kepada era.id, Selasa (9/6/2020).

Menurut Emma, Covid-19 ditularkan melalui droplet atau titik air dari batuk dan bersin, bahkan yang ukurannya sangat kecil. Virus ini dapat hidup di inangnya seperti manusia, hewan dan tumbuhan.

"Virus ini bukan Foodborne Desease (penyakit akibat pangan). Dia tidak ditularkan dari makanan, cuma dia bisa hidup di inang yang hidup. Ini berarti dari tangan ke tangan, dari droplet," kata Emma.

Emma mengingatkan, makanan bisa tercemar virus mulai dari ketika makanan itu dibuat atau ketika makanan itu didistribusikan hingga dikonsumsi. Sebab rangkaian proses itu tentunya juga melalui tangan ke tangan.

"Dalam mengelola pangan baik di tingkat produksi maupun distribusi harus dipastikan pencegahan droplets, baik yang keluar langsung dari hidung, mulut, mata, maupun yang menempel pada anggota badan, benda atau barang yang memungkinkan penularannya," sambungnya.

Oleh karena itu, BPOM kemudian mengeluarkan buku panduan produksi pangan sebagai upaya untuk memastikan keamanan pangan di tengah pandemi Covid-19. Adapun buku panduan tersebut adalah berbentuk digital.

Untuk itu, produsen makanan atau pedagang 'Kaki Lima' harunsnya memakai masker, menggunakan sarung tangan, dan penutup rambut saat membuat makanan atau minuman yang dijajakannya.

Dalam pengemasan makanan tersebut, Emma juga mengatakan bahwa di setiap produk makanan perlu memiliki tiga lapis kemasan mulai primer, sekunder dan tersier. Hal itu dimaksudkan agar produk makanan tidak bersinggungan langsung dengan tangan produsen hingga distributor yang mengantarkan makanan tersebut.

"Penggunaan sarung tangan dapat saja digunakan, tapi jika sarung tangan tersebut sudah kena infectious droplet, itu sama saja tidak menerapkan protokol kesehatan," ucap Emma.

Selain pengelolaan pangan aman, pedagang juga harus memastikan agar isi makanannya juga dapat sesuai dengan standar gizi yang layak untuk dikonsumsi dan memberi kebaikan bagi tubuh.

Oleh: Muhamad Tsani Farhan / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak