Dampak wabah COVID-19 berimbas pada banyak sektor kehidupan tak terkecuali lapisan masyarakat bawah seperti para Pedagang Kaki Lima (PKL).
Para PKL ini merasakan kerugian akibat menurunnya pembeli. Gerakan #DiRumahAja membuat perekonomian pedagang kaki lima merosot.
Saya coba melakukan survei ke salah satu Pedagang Kaki Lima di daerah rumah saya yaitu di Jagakarsa, Jakarta Selatan yang bernama Surya. Beliau merupakan pedagang makanan ringan seperti batagor dan siomay dari Cimahi, Jawa Barat.
Pak Surya mengakui dirinya mengalami kerugian besar akibat sepinya pembeli. Beliau sampai menutup usahanya untuk sementara waktu sampai waktu yang tidak ditentukan karena imbas pandemi COVID-19.
“Untuk sementara ini saya tidak berjualan dulu, dek. Pas Corona ini muncul usaha saya sepi banget jarang ada yang beli, sampe sampe saya rugi besar. Dagangan saya pernah ga ada yang beli sama sekali, saya pulang tapi panci masih penuh sama siomay terus grobog saya juga masih penuh sama batagor. Pendapatan sama pengeluaran ya ga seimbang, alias kebanyakan pengeluarannya. Sedangkan tiap hari saya mesti makan sekarang harus berhenti dulu,” ucap Pak Surya.
Pak Surya juga bercerita saat masih berjualan, beliau masih bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hingga uang jajan untuk anaknya juga masih ada. Namun sekarang ini beliau tidak bisa memenuhi semua itu serta perekonomian keluarganya sangat terganggu. Nasib dagangannya jadi tidak menentu akibat kondisi darurat COVID-19 yang tak kunjung usai hingga sekarang ini.
“Kalau penghasilan dari berjualan ini dulu Alhamdulillah masih bisa menuhin kebutuhan keluarga, anak saya minta jajan juga uangnya ada soalnya tiap hari kan berangkat jualan ya, nah sekarang ini kalau gak jualan ya kebutuhan keluarga saya keganggu banget,” katanya.
Karena itu, Pak Surya sangat berharap agar Pandemi COVID-19 ini segera berakhir. Selain itu, beliau juga berharap pemerintah tidak terlalu berlama-lama menerapkan kebijakan Work From Home (WFH). Sebab pemberlakuan kebijakan tersebut sangat terasa dampaknya untuk mereka yang menyambung hidup dengan berjualan secara langsung kepada masyarakat.
“Biasanya jualan dari rumah ke Taman Herman situ, ya keliling-keliling aja nanti juga habis. Tapi sekarang keluar rumah aja mikir-mikir. Saya berharap ya mudah-mudahan Ramadhan sama Lebaran tahun ini seperti dulu lagi ramai orang-orang yang beli. Buat pemerintah juga ga usah lama-lama nerapin kebijakan ini, kami bingung nyari uangnya kalo kayak gini,” ujarnya.
Namun selain Pak Surya, kondisi ini justru dimanfaat oleh beberapa orang untuk berjualan kebutuhan individu sekarang ini seperti masker kain. Puluhan Pedagang Kaki Lima yang menjual masker kain kini mulai bermunculan di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan guna memanfaatkan kelangkaan masker medis di tengah pandemi COVID-19.
Salah satunya yaitu Teresia. Ia mengungkapkan kalau penjualannya lumayan menguntungkan untuknya. Teresia sendiri adalah salah satu Pedagang Kaki Lima yang berjualan masker di Jalan Raya Mohammad Kahfi 1, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
“Penjualan masker ini lumayan, ya kurang lebih udah 100an orang yang beli,” kata Teresia.
Ia menjual berbagai macam masker kain dengan harga berkisar 10 ribu hingga 20 ribu per helai tergantung variasi maskernya. Variasi masker mulai dari yang polos namun banyak warna yang ditawarkan hingga yang bermotif sablon yang harganya sudah tentu lebih mahal. Selain jualan masker, Teresia juga menawarkan sarung tangan berbahan kain seharga 15 ribu dua pasang.
“Biasanya tuh orang beli ya minimal dua masker, tapi ada juga yang beli borongan, ya mungkin buat dijual lagi atau emang keluarganya banyak” ujarnya.
Teresia mengucapkan sudah dua minggu terakhir ia berjualan masker kain di tepi Jalan Raya Mohammad Kahfi 1 ini, tepatnya di samping gang Pasir di depan toko pulsa. Sebelumnya ia berjualan aksesoris perempuan di tokonya di Jalan Persahabatan, namun kini sepi pembeli karena pandemic COVID-19 ini.
“Sekarang tokonya sepi, jadi ditutup sementara dan berjualan masker aja deh,” katanya.
Teresia juga mengatakan kalau ia selalu mengenakan masker saat melayani pembeli supaya tidak tertular virus Corona. Masker kain yang dijual adalah buatan sendiri yang dijahit dengan bahan katun.
“Kita pilih bahan juga tidak sembarangan, yang harus menyerap keringat supaya tidak panas waktu dipakai,” katanya.
Seorang pembeli bernama Rizky mengatakan ia sangat terbantu dengan adanya pedagang masker kain ini. Pembeli tidak perlu susah mencari masker yang sekarang ini sudah termasuk jadi barang langka.
“Lagian masker kain juga lebih mudah dicuci dan bisa dipakai lagi nantinya. Ga perlu dibuang-buang juga kayak masker medis yang cuma sekali pakai.” Ucap Rizky.
Dari hasil survei tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa sektor yang merugi akibat pandemi COVID-19 ini. Seprti contoh di atas di mana pedagang kaki lima cukup kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari karena terpaksa harus menutup usahanya sampai batas waktu yang tidak menentu.
Namun di samping itu pun banyak Pedagang Kaki Lima yang banting stir untuk tetap menjalankan usaha demi memenuhi kebutuhan hidupnya, walaupun usaha yang dijalankan bukanlah usaha awalnya tapi peluang pasarnya tidak kalah besar. Akibatnya beberapa pelaku usaha yang memanfaatkan situasi ini mendapatkan untung yang lumayan besar.
Oleh: Muhamad Tsani Farhan / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta