Tak jarang persoalan tersebut menyebabkan hubungan antara satu dengan yang lain menjadi renggang bahkan saling bermusuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena kita hidup dengan bermacam karakter manusia yang memiliki keinginan beragam pula.
Hidup bermasyarakat memang butuh kedewasaan. Meksi perbedaan adalah hal yang lumrah, namun seyogianya kita berusaha untuk saling memahami dan menghormati satu sama lain. Kita harus berupaya semaksimal mungkin agar jangan sampai bermusuhan dan saling menyimpan dendam hanya gara-gara berbeda pandangan terhadap orang-orang di sekitar kita.
Salah satu persoalan yang muncul di tengah masyarakat misalnya perihal sampah yang kerap dibuang secara sembarangan. Seolah tak ada yang merasa peduli bahwa kebiasaan buang sampah sembarangan itu bisa menimbulkan dampak buruk di kemudian hari. Misalnya menguarkan bau busuk yang mengganggu kenyamanan warga dan menimbulkan beragam penyakit.
Bicara perihal sampah, ada sebuah kisah menarik yang layak direnungi bersama. Kisah tersebut saya temukan dalam buku kumpulan cerita pendek (cerpen) berjudul Seorang Lelaki dan Selingkuh karya Afifah Afrah (Indiva Media Kreasi, 2019). Salah satu cerpen yang menarik disimak berjudul “Sampah”, bercerita tentang problem pelik yang tengah dihadapi oleh para penduduk. Yakni problem berupa “sampah” milik warga yang setiap hari terus menumpuk dan harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Komplek perumahan yang padat penduduk memang seolah tak bisa terlepas dari beragam sampah yang bukannya berkurang tetapi malah terus bertambah setiap harinya. Dalam cerpen tersebut dipaparkan, padatnya penduduk menyebabkan produksi sampah semakin tak terkontrol. Meski sudah dibuat bak dengan ukuran besar yang dibangun secara swadaya dan tiap sore secara bergilir warga membakarnya, tetapi karena sampah kian menumpuk maka pembakaran sampah tak lagi menjadi sebuah solusi terbaik.
Untunglah, ketika para penduduk dihadapkan persoalan sampah, tiba-tiba muncul sosok lelaki tua pemulung sampah yang begitu ramah dan tiap hari dengan raut tulus ikhlas mengambili sampah-sampah warga dengan gerobaknya. Kemunculan lelaki tua tersebut sontak disambut gembira oleh warga. Namun, persoalan kembali muncul. Warga merasa sangat terganggu dengan bau busuk sampah yang menguar dari gerobak lelaki tua tersebut. Cerpen berjudul “Sampah” ini meninggalkan pesan berharga bagi kita agar berusaha menghargai profesi “pemulung” yang mungkin sering dianggap remeh dan hina, padahal sebenarnya profesi tersebut sangat mulia.
Cerpen lain yang layak direnungi dalam buku tersebut berjudul “Bisnis Sang Caleg” (halaman 182). Cerpen yang sangat mewakili kondisi masyarakat kita selama ini. Tentang orang-orang yang begitu berambisi meraih kekuasaan dengan cara-cara licik, saling menjatuhkan bahkan tega memfitnah satu sama lain. Tak hanya itu, mereka juga saling berlomba meraih suara terbanyak dengan cara membagi-bagikan uang sogokan kepada warga.
Dalam cerpen tersebut, dikisahkan seorang pemuda bernama Parman yang ingin mencalonkan diri sebagai Caleg DPRD di kabupatennya. Ia sampai bela-belain mengutang uang sebanyak lima ratus juta untuk kepentingan menyogok para warga agar mau memilih dirinya.
Cerpen berjudul “Seorang Lelaki dan Selingkuh” yang menjadi judul buku yang ditulis oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena (FLP) dan telah menulis 61 judul buku tersebut juga menarik disimak. Bercerita tentang seorang lelaki yang begitu bertanggungjawab kepada keluarganya, mencari nafkah hingga larut malam, akan tetapi kesetiaannya dibalas dengan perselingkuhan istrinya.
Selain ketiga cerpen tersebut, tentu masih banyak cerpen-cerpen lain yang bermuatan kritik sosial dan sarat perenungan. Misalnya, cerpen berjudul “Shima” (halaman 173) yang mengisahkan seorang pemimpin yang berusaha berlaku secara adil. Ketika anaknya sendiri yang melanggar hukum, ia berani dengan tegas menghukumnya.