Semenjak Covid 19 mewabah di Indonesia, banyak masyarakat khususnya remaja menghabiskan waktu untuk mengakses internet peningkatan alokasi waktu untuk berselancar di internet hingga 70 % berdasarkan riset yang dilakukan oleh perusahaan teknologi asal Perancis.
Menurut survei dari Pew Internet & American Life Project menjelaskan bahwa 54% pengguna internet mempunyai kebiasaan mengunggah hasil jepretan foto dirinya ke dalam facebook, twitter, instagram dan berbagai jenis jejaring sosial lainnya (Agosto & Abbas, 2009). Remaja sering menggunakan media sosial untuk mengunggah penampilan diri mereka bahkan segala aktivitas yang mereka lakukan juga ikut diunggah dalam media sosial. Remaja yang mengekspresikan minatnya terhadap penampilan diri secara berlebihan memiliki kecenderungan narsis, tetapi biasanya remaja yang seperti itu justru memiliki permasalahan dengan kepercayaan diri.
Istilah narsis sangat eksis di kalangan remaja untuk mendeskripsikan orang yang cinta, kagum dan bangga terhadap diri sendiri dalam konteks yang berlebihan. Orang yang mengalami narsisme disebut narsisis (narcissist).
Istilah Narsis diperkenalkan oleh Sigmund Freud, dalam bukunya General Introduction to Psychoanalysis mendeskripsikan istilah narcissitic untuk orang-orang yang menunjukkan bahwa dirinya orang penting secara berlebih-lebihan dan keinginan mendapatkan perhatian. Sigmund Freud terinspirasi dari tokoh dalam mitos Yunani, Narcissus.
Mengenali orang yang memiliki perilaku narsis sebenarnya sangat mudah, mereka yang sering menghabiskan banyak waktu untuk membicarakan penampilannya, kariernya, bakatnya atau yang sepertinya tidak pernah meragukan dirinya sendiri dapat dikatakan sebagai seorang narsisis. Narsisme adalah sifat yang lebih ke rasa lapar atau haus akan penghargaan atau kekaguman, keinginan untuk menjadi pusat perhatian, dan harapan akan perlakuan khusus yang mencerminkan status yang dianggap lebih tinggi.
Apakah narsisme ada manfaatnya? Tentunya ada, para peneliti menemukan beberapa manfaat dalam narsisme subklinis yang relatif tinggi, seperti peningkatan ketangguhan mental, prestasi yang lebih tinggi di sekolah dan di tempat kerja, dan umumnya mereka memiliki rasa harga diri yang tinggi sehingga membuat mereka lebih tegas dan berani daripada orang lain. Manfaat ini sebenarnya ada baiknya tetapi jika terus-menerus dilakukan juga hasilnya tidak akan baik.
Untuk yang terakhir para peneliti mengemukakan bahwa orang yang narsis sering dengan mudah mengakui kesadaran bahwa mereka lebih egois sehingga, mereka cenderung memiliki tingkat depresi yang rendah karena mereka lebih memilih tidak memperdulikan pendapat orang lain dimana hal itu akan membantu meminimalisir tingkat depresi dalam dirinya.
Remaja yang masih mencari jati diri memang biasa untuk mengalami narsisme ini, ditambah dengan perkembangan pesat media sosial yang seolah memberi wadah untuk mengaktualisasikan perilaku narsisme mereka. Perilaku Narsisme yang dilakukan oleh remaja harus tetap dalam pantauan orang tua, agar tidak keluar batas. Perilaku narsisme akan berubah tidak wajar dan menjadi gangguan kepribadian atau gangguan perilaku apabila terbawa hingga dewasa.
Gangguan kepribadian tersebut biasa disebut gangguan kepribadian narsistik (narcissistic personality disorder). Mereka penderita narsis akut yang parah adalah mereka yang sudah terjebak dalam pemikiran bahwa segalanya harus sempurna (perfect) dan semuanya tidak boleh ada yang salah ataupun kurang.
Dampaknya dapat bermasalah bagi kehidupan dan lingkungan sekitarnya. Hubungan di sekolah, tempat kerja, atau tempat tinggal menjadi sangat terganggu. Jika dibiarkan terus-menerus, maka hal ini akan membuat Orang-orang di sekitarnya tidak akan merasa bahagia dan nyaman.
Setelah itu penderita narsisme akan dijauhi dan penderita akan merasa tidak bahagia dan kebutuhan interaksinya dengan manusia lain tidak terpenuhi. Pada kondisi yang sudah tidak wajar ini penderita narsis perlu mendapatkan pengobatan melalui penanganan secara psikologis.
Para peneliti menganggap bahwa narsisme merupakan salah satu dari tiga ciri utama gangguan kepribadian (dua lainnya adalah psikopati dan machiavellianisme). Beberapa hasil penelitian menujukkan gangguan kepribadian narsistik terjadi karena mengalami kegagalan saat masa perkembangan, seperti harapan yang terlalu tinggi atau tidak sesuai ekspektasi, keinginan untuk diperhatikan maupun cara berpikir yang salah.
Sebenarnya, belum diketahui pasti penyebab orang memiliki sifat narsis. Namun gangguan kepribadian ini kemungkinan disebabkan oleh pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan anaknya, atau memaksa anak untuk menjadi seseorang yang berbakat dan sempurna. Selain itu, dapat juga disebabkan karena pola asuh orang tua yang suka mengkritik anaknya.
Apakah bisa orang memulihkan diri dari sifat narsisme? Tentunya bisa. Lalu bagaimanakah caranya? Memiliki niat untuk melawan sifat narsisme dalam diri kita sendiri dan memahami kepribadian kita dengan baik, dengan lebih memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Selanjutnya, menemukan seseorang yang berwawasan tinggi yang bisa kita jadikan sebagai motivator sehingga nasihat dari mereka akan kita dengar dan ikuti.
Orang yang narsis cenderung dikelilingi oleh orang narsis lainnya maka yang perlu kita lakukan adalah keluar dari lingkungan yang membuat kita menjadi narsisis. Melakukan aktivitas yang kita sukai dengan konsisten dan lebih sering berkomunikasi dengan keluarga dan orang terdekat karena dukungan dari mereka juga bisa mengurangi sifat narsisme kita.
Jika dirasa perilaku narsisme sudah tidak wajar dan parah maka bisa melakukan pengobatan dengan terapi, Binaural Beats - Narsisistic Therapy. Binaural Beats - Narsisistic Therapy akan membantu memberikan stimulus positif pada otak yang akan memberikan ketenangan dan menghilangkan gangguan kepribadian narsistik dengan mengembalikan fungsi otak serta mengubah cara kerja otak menjadi lebih baik lagi. Setelah diteliti selama bertahun-tahun Binaural Beats - Narsisistic Therapy ini telah terbukti efektif dalam mengatasi gangguan kepribadian narsistik.
Daftar Pustaka
- psychologytoday.com. (di akses pada 2020). Narcissism. Retrieved from Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/us/basics/narcissism
- Boyes, A. ( 2020). 3 Strategies for Recovering Narcissists. Retrieved from Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/in-practice/202012/3-strategies-recovering-narcissists
- Engkus. Hikmat, & Karso. S. (2017). Perilaku Narsis Pada Media Sosial di Kalangan Reamaja dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Penelitian Komunikasi, Vol. 20, hal 122-130. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/322229834_Perilaku_Narsis_pada_Media_Sosial_di_Kalangan_Remaja_dan_Upaya_Penanggulangannya
- Quamila. A. (2020). Bedanya Narsis dan Narcissitic Personality Disosder. Retrieved from https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/beda-narsis-dengan-narcissistic-personality-disorder/#gref
- Agosto, D., E. & Abbas, J. (2009). Teens and Social Networking: How Public Libraries are Responding to The Latest Online Trend. Journal Public Libraries, Vol 48, pages 32-37. Retrieved from https://scholar.google.com/citations?user=OPZ2j6wAAAAJ&hl=en
- Hadyan, R. (2020). Ternyata, Masyarakat Indonesia Banyak Habiskan Waktu di Media Sosial. Retrieved from https://lifestyle.bisnis.com/read/20201001/220/1299346/ternyata-masyarakat-indonesia-banyak-habiskan-waktu-di-media-sosial
- alodokter.com. (2018). Perbedaan Perilaku Narsis dengan Kepribadian Narsisistik. Retrieved from https://www.alodokter.com/anda-termasuk-orang-narsis-pastikan-di-sini