Pada tanggal 18 Juni 2020, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka. Peraturan ini terbentuk dilatarbelakangi kondisi dunia yang sedang dihadapi dengan tantangan ekonomi besar akibat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Keputusan tersebut tidak serta merta terbit tanpa pertimbangan yang matang. Pemerintah mengambil tindakan dalam rangka menanggulangi pertumbuhan perekonomian yang semakin menurun, akibat dampak dari pandemi ini. Wabah tersebut memberikan pukulan telak bagi semua pihak. tidak hanya di bidang kesehatan, bidang-bidang lain juga ikut terdampak terkhusus di bidang perekonomian.
Jatuhnya perekonomian disebabkan oleh turunnya konsumsi masyarakat. Masyarakat selama pandemi ini cenderung untuk mengurangi konsumsi mereka karena takut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, banyak masyarakat yang akhirnya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh tempat mereka bekerja dan ikut memperparah perputaran perekonomian.
Perusahaan tidak dapat disalahkan atas keputusan yang mereka ambil dengan mengurangi jumlah pekerja mereka. Di masa pandemi ini, semua perusahaan memutar otak untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang dapat membuat bisnisnya survive setidaknya hingga perekonomian kembali menunjukkan kiprah yang positif. Lebih jauh lagi, akibat dari kurangnya penjualan yang bisa dihasilkan oleh perusahaan, ini berdampak pada kurangnya pembelian persediaan yang dilakukan. Hal ini memiliki chain effect terhadap para pihak yang menyediakan bahan baku produksi, dimana mereka tidak dapat menjual barang dagangan mereka dan ikut serta menghambat jalannya perekonomian.
Dalam teori ekonomi makro, total Gross Domestic Product (GDP) ditentukan dari konsumsi, belanja pemerintah, investasi, dan net ekspor. Turun drastisnya konsumsi membuat turunnya GDP secara bersamaan. Hal tersebut diatasi dengan pemerintah dengan meningkatkan belanjanya terkhusus di bidang-bidang tertentu yang menjadi prioritas dalam menangani pandemi ini.
Ketika kasus COVID-19 pertama kali teridentifikasi pemerintah dengan sigap menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020. Peraturan ini berisi kebijakan yang bersifat pro-aktif agar negara tidak terbebani kendala serius yang bisa berakibat jangka panjang.
Peraturan tersebut memuat kebijakan di bidang penganggaran dan pembiayaan, keuangan daerah, dan perpajakan dalam rangka pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan ini diatur tidak hanya untuk membantu masyarakat yang terdampak secara langsung seperi penderita COVID-19 ataupun keluarga yang bersangkutan. Lebih lanjut, aturan ini dibentuk untuk memberikan perlindungan, mempertahankan dan meningkatkan kekuatan ekonomi para pelaku usaha baik dari sektor riil maupun sektor keuangan dalam mengoperasikan usahanya.
Pemerintah dalam niatannya untuk membantu masyrakat khususnya di kalangan pelaku usaha, kemudian menetapkan akan mengurangi tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi 22% selama tahun 2020 dan 2021 dan 20% selama tahun 2022. Penurunan tarif ini memberikan angin segar kepada semua perusahaan yang memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan penurunan tarif.
Namun apakah keputusan ini merupakan langkah tepat yang diambil oleh pemerintah untuk mencegah perekonomian terperosot lebih dalam lagi? Terdapat banyak faktor penentu yang bisa menjadi faktor utama penentu kebijakan ini telah tepat diambil oleh pemerintah atau sebaliknya malah perekonomian hanya jalan di tempat atau bahkan mengalami penurunan terus menerus apabila kondisi pandemi memburuk.
Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa pemerintah telah bertindak dengan meningkatkan belanjanya ketika konsumsi masyarakat menurun. Namun hal itu rupanya tidak cukup, pemerintah harus mengambil kebijakan lainnya yang juga bisa membantu untuk meningkatkan perekonomian salah satu diantaranya yaitu penurunan tarif pajak. Penurunan tarif pajak memiliki multiplier effect terhadap peningkatan GDP walaupun efek yang diberikan tidak sebesar multiplier dari belanja yang dilakukan pemerintah.
Penurunan tarif pajak berkontribusi pada meningkatnya konsumsi masyarakat khususnya bagi perusahaan yang mendapatkan fasilitas ini. Peningkatan tersebut yang diharapkan memiliki efek berganda terhadap peningkatan perekonomian, dimana para perusahaan diharapkan untuk membeli bahan baku lebih banyak dan kembali merekrut pegawai, kemudian meningkatkan produksi barangnya.
Selain itu, penurunan tarif pajak juga diharapkan dapat meningkatkan investasi perusahaan karena netto dari benefit dikurang cost yang didapatkan semakin meningkat. Selanjutnya, dari penurunan tarif pajak ini diharapkan tax compliance secara nasional akan meningkat yang dibarengi dengan pengurangan tax evasion yang terjadi di kalangan masyarakat.
Kebijakan ini memberikan sinyal positif dari pemerintah kepada masyarakat, bahwa pemerintah sangat concern terhadap para pelaku usaha menjalankan kegiatan operasinya. Hal ini bisa berdampak pada meningkatnya rasa semangat pihak yang berkecimpung di dunia usaha untuk terus mencari cara agar perusahaannya bisa berhasil melewati masa-masa ini karena mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.
Di sisi lain, kebijakan penurunan tarif pajak di masa pandemi seperti sekarang ini mungkin bukanlah hal yang tepat. Ketika perusahaan memiliki uang lebih dari hasil penghematan pembayaran pajak. Mereka cenderung untuk menyimpan uang tersebut karena takut tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar perusahaannya alih-alih kondisi menjadi semakin buruk. Dampak multiplier yang diharapkan tadi malah tidak berjalan sebagaimana mestinya dan kondisi perekonomian malah stuck atau bahkan menurun.
Peningkatan investasi yang diharapkan bisa jadi tidak terealisasi sesuai harapan. Kondisi ini menimbulkan berbagai kebimbangan terhadap seluruh pihak terkhusus para calon investor. Ketidakpastian apa yang akan terjadi di masa yang akan datang membuat orang terus melakukan wait and see sebelum mengambil keputusan penting, apalagi keputusan untuk melakukan investasi atau tidak.
Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah bisa dikatakan hal yang sudah sangat tepat untuk kembali menggairahkan pertumbuhan ekonomi. Namun, kebijakan tersebut harus dibarengi dengan peningkatan trust masyarakat bahwa di masa yang akan datang keadaan akan kembali normal seperti sedia kala, walaupun tidak akan terjadi di waktu dekat.
Rasa kepercayaan yang ditanamkan oleh pemerintah kepada para masyarakat khususnya yang berkecimpung di dunia usaha dapat meningkatkan percaya diri para pengusaha untuk terus menjalankan produksinya yang akan berkontribusi pada peningkatan GDP. Di sisi lain, pemerintah harus terus berupaya untuk menanggulangi pandemi ini terutama di bidang Kesehatan, seperti penemuan dan pengembangan vaksin, perawatan yang komprehensif bagi penyintas COVID-19, dan hal lainnya agar masyarakat percaya dan tingkat konsumsi bisa kembali positif.
Kebijakan penurunan tarif pajak badan usaha ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para perusahaan. Dimana, kelebihan uang yang didapatkan tersebut dapat digunakan untuk kembali menjalankan operasi perusahaan, meningkatkan produksi, dan meningkatkan investasinya di berbagai sektor. Dari keseluruhan hal tersebut diharapkan roda perekonomian dapat kembali berputar dan menunjukkan indikator hijau yang menandakan pertumbuhan ke arah yang lebih baik lagi.