Harga tes RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) di Indonesia disebut masuk kategori paling murah di dunia. Teranyar, pemerintah menetapkan tarif RT-PCR di Jawa-Bali sebesar Rp 275.000, sedangkan di luar Jawa-Bali senilai Rp 300.000. Ini kesekian kalinya harga tes PCR turun, sebelumnya bahkan mencapai Rp 2,5 juta, kemudian menjadi Rp 900 ribu lalu Rp 495-525 ribu.
Bagaimana perbandingan dengan negara lain? Menurut data dari Skytrax rating, harga tes PCR di Jepang tercatat sebagai yang termahal di dunia, yaitu 404 USD atau sekitar 5,7 juta rupiah. Sementara itu, harga terendah dipegang oleh India dengan 8 USD atau sekitar 114 ribu rupiah.
Menurut data dari The Star, di Malasyia tarif tertinggi tes PCR dipatok seharga RM 150 atau sekitar Rp 515.000. Harga lebih mahal dimiliki oleh Singapura dengan 160 SDG/tes atau setara Rp 1,6 juta, “Covid-19 Test for Travel to Singapore”, 2 November 2021.
Filipina dengan harga 3.800 peso atau sekitar Rp 1 juta, Department of Health, “Price Cap For Covid-19 Rapid Antigen Test And Price Range For Covid-19 RT-PCR Test, 2020-2021. Dan Thailand sebesar 4.000-4.800 Baht atau setara 1-2 juta rupiah, menurut Bangkong Hospital, ”Package of COVID-19 Testing”.
Prancis, Denmark, Norwegia, dan Montenegro justru menggratiskan tes PCR untuk warga negara dan turis yang berkunjung ke negaranya di musim panas ini, (Cecile, “COVID: How Much Do PCR Test Cost In Eu Countries?”, 14 Juni 2021). Tes PCR sebagian jadi syarat bagi pelaku perjalanan di dalam dan luar negeri.
Akan tetapi, ia dinilai menambah beban karena meningkatkan biaya perjalanan. Harga rata-rata penerbangan satu arah sebelum COVID-19 berkisar di 200 USD atau sekitar 2,8 juta rupiah, menurut IATA, “Broad Range of PCR test cost (min.-max.)”.
Kini, angka itu harus ditambah dengan biaya tes PCR sebelum dan sesudah terbang yang bisa mencapai rerata 380 USD atau sekitar 5,4 juta rupiah. Kemenhub sempat membuat aturan soal syarat PCR bagi pelaku perjalanan darat di atas 250 km atau 4 jam perjalanan. Namun, aturan itu kini telah dicabut dalam Surat Edaran Kemenhub Nomor 90.