Kasus Vanessa Angel dan Alasan Mengapa Jangan Sebar Foto Kecelakaan di Medsos

Hernawan | Muhammad Hafizh Ramadhan
Kasus Vanessa Angel dan Alasan Mengapa Jangan Sebar Foto Kecelakaan di Medsos
Ilustrasi Sosial Media (Pixabay/xander_dez)

Kecelakaan yang merenggut nyawa Vanessa Angel dan Febri Ardiansyah (4/11/2021), diwarnai dengan beredarnya foto serta video kecelakaan mereka di media sosial. Keluarga korban sampai membuat permohonan agar sebaran foto dihentikan. Ini bukan kali pertama kasus ini terjadi.

Disadur dari JawaPos, pada 2017 misalnya, foto korban kecelakaan di jalan Soekarno-Hatta, Balikpapan, diunggah tanpa sensor di laman Facebook Portal Balikpapan. Bolehkah sebenarnya foto atau video korban kecelakaan disebarkan ke medsos?

Menyadur dari Stthomassource.com: "Stop Taking Photos of Dead Bodies For Social Media, AG Warns", mengambil foto mayat dan membagikannya tanpa consent di media sosial dianggap sebagai tindakan tidak bermoral dan berpotensi melanggar hukum. Dalam Perjanjian Internasional Demokrasi Universal Hak Asasi Manusia, ada aturan yang melindungi hak atas privasi bagi orang yang sudah meninggal.  

Sementara dikutip dari Barefoot Law, di Prancis bahkan ada undang-undang yang khusus melarang publikasi gambar seseorang yang masih hidup atau sudah mati tanpa izin orang tersebut. Sedangkan di Indonesia, aturan ini tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat 1 UU No. 19/2016 tentang ITE.

Menyebarkan konten sadis seperti foto atau video korban kecelakaan dianggap sebagai pelanggaran etika dan kesusilaan. Ancaman 6 tahun penjara atau denda maksimal 1 miliar rupiah.  Perilaku mengunggah foto atau video korban juga dapat menurunkan nilai kemanusiaan, Suzanne Moore, "Sharing Pictures of Corpses on Social Media isn't the Way to Bring a Ceasefire", 21 Juli 2014.

Ia bisa menyebabkan trauma psikologis terhadap keluarga korban, berdampak negatif pada perilaku sosial, serta pertumbuhan emosi mereka. Disadur dari Stthomassource, Jaksa Agung Kepulauan Virgin, As, Claude Walker, mengatakan mereka tidak bermain-main dengan orang yang meninggal dan memperlakukan gambarnya sebagai sumber hiburan.

Perilaku seperti itu bertentangan dengan aturan masyarakat mengenai perilaku yang pantas. Ia juga kecewa mengetahui tren ini terus berlanjut. Perbuatan itu adalah penyakit dan menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap orang yang telah berpulang serta keluarga mereka. Gambar-gambar itu biasanya juga sangat sensitif dan mengganggu sebagian orang, terlebih bagi penyintas kecelakaan, penderita depresi, dan kecemasan.

Perbuatan ini juga membahayakan jalannya proses penyelidikan. Claude Walker juga menambahkan bahwa sejauh ini kasus kematian publik telah menjadi daya tarik bagi fotografer yang tidak berwenang, seperti kecelakaan mobil atau pembunuhan yang mana mayat ditinggalkan di tempat terbuka.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak