Pandemi Covid-19 menimbulkan tantangan bagi para pemimpin dunia, baik dalam bidang politik, bisnis, maupun kemasyarakatan. Dalam periode itu pula, beberapa pemimpin politik dunia perempuan, seperti Jacinda Ardern di Selandia Baru, Angela Merkel di Jerman, dan berbagai pemimpin perempuan lainnya di Finlandia, Islandia, Denmark, Norwegia, dan Taiwan juga disorot.
Pemimpin perempuan dipandang lebih ekspresif dalam menyuarakan pesan-pesan bernada empati yang mengikat masyarakat. Berkaitan dengan Covid-19, riset menunjukkan bahwa pemimpin perempuan lebih mampu memanajemen krisis dan mencegah angka kasus kematian lebih baik dibandingkan dengan pemimpin laki-laki Ternyata hal tersebut disebabkan oleh berbagai kompetensi pemimpin yang dimiliki oleh perempuan.
Efektivitas Kepemimpinan Perempuan dibandingkan Laki-Laki
Temuan berbagai penelitian, termasuk Harvard Business Review, menunjukkan bahwa perempuan lebih berinisiatif dan mampu bertindak dengan ketahanan yang lebih tinggi dalam menghadapi Pandemi Covid-19. Para pemimpin perempuan juga memiliki integritas kepemimpinan yang lebih baik, serta mampu menunjukkan semangat pembenahan diri. Selama Pandemi Covid-19, pemimpin perempuan dianggap lebih mampu mengikat kerja sama karena lebih luwes dalam mengorganisasi suatu tim.
Penelitian Harvard menguji sebanyak 464 laki-laki dan 366 perempuan menggunakan metode Extraordinary Leader 360-degree di Amerika Serikat. Hasilnya didapati bahwa perempuan memiliki efektivitas yang lebih tinggi sebagai seorang pemimpin jika dibandingkan dengan laki-laki.
Hasil penelitian tersebut dibuktikan dengan skor t-Value 2.926 dan signifikansi 0.004. Angka tersebut menyebutkan terdapat selisih yang besar antara efektivitas kepemimpinan perempuan dan laki-laki selama pandemi Covid-19. Dengan efektivitas yang lebih tinggi, perempuan dapat menangani krisis dengan lebih baik.
Kompetensi Seorang Pemimpin Pada Diri Perempuan
Selain efektivitas, kompetensi seorang pemimpin seperti sikap inisiatif, kemauan untuk belajar, dan pengaruh motivasional juga menjadi indikator yang digunakan untuk menilai kepemimpinan. Meskipun laki-laki unggul dalam indikator tunggal yaitu keahlian dan kemampuan teknis bidang tertentu, perempuan lebih unggul pada 13 dari 19 kompetensi seorang pemimpin.
Kemampuan-kemampuan tersebut antara lain adalah mengambil inisiatif, belajar hal baru, menginspirasi orang lain, mengembangkan diri orang lain, dan membangun relasi yang baik. Kompetensi tersebut membuat perempuan lebih peka dan mampu menyuarakan perhatiannya pada anggota tim dan lebih baik dalam membangun serta menjaga relasi dalam dunia profesional.
Dengan sikap peduli dan peka secara sosial, perempuan lebih peduli dengan kesejahteraan, kepercayaan diri, serta keharmonisan dalam dunia kerja. Selama pendemi Covid-19, para pemimpin perempuan juga menonjol karena mampu menunjukkan sensitivitas dan pemahaman yang lebih mendalam perihal manajemen stres, kepanikan, dan kelelahan kerja akibat perubahan skema pekerjaan bekerja dari rumah selama pandemi.
Perempuan dianggap lebih unggul dalam kemampuan yang membutuhkan relasi interpersonal, sehingga dianggap lebih peka dan mengayomi pada masa pandemi Covid-19. Meskipun demikian, semua pemimpin, terlepas apa pun gendernya, diharapkan dapat beradaptasi dengan situasi pandemi dan menunjukkan kualitas diri seorang pemimpin. Pada akhirnya, krisis akibat pandemi akan dapat diatasi jika semua pihak bersinergi dengan baik untuk saling peduli dan membantu satu sama lain.