Buku yang dibahas dalam tulisan kali ini adalah buku yang berjudul Berani Tidak Disukai. Buku ini termasuk best seller dari penulis asal Jepang yaitu Ichiro Kishimi & Fumitake Koga. Tapi materi yang disampaikan dalam buku ini bukan hasil karangan penulis melainkan sebuah teori psikologi seorang Psikolog asal Austria yang bernama Alfred Adler.
Buku ini termasuk yang susah dimengerti dan tidak bisa langsung dicerna kata-katanya, jadi harus dibaca pelan-pelan dan dipahami. Ceritanya dibuat dalam bentuk dialog atau percakapan antara seorang pemuda dengan seorang filsuf yang merupakan penganut teori psikologi Adler.
Ada tiga poin penting yang bisa dipelajari dari buku ini:
1. Semua masalah di dunia ini adalah menyangkut hubungan interpersonal
Poin pertama yang bisa kita pelajari dari buku ini adalah menurut Teori Psikologi Adler semua masalah yang ada di dunia ini adalah menyangkut hubungan interpersonal atau hubungan antar sesama manusia. Disadur dari buku Berani Tidak Disukai, masalah apa pun baik masalah keuangan rumah tangga masalah sosial karir semua ada hubungannya dengan antar sesama manusia.
Jadi asal kita tahu caranya berhubungan dengan orang lain, maka kita pasti akan bisa mengatasi sebagian besar masalah dalam hidup ini. Nah, untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah tersebut pertama kita harus bisa membedakan dan memisahkan masalah yang ada menurut teori psikologi Adler secara garis besar.
Ada dua masalah di dunia ini yaitu masalah diri sendiri dan masalah orang lain atau bisa disebut juga urusan diri sendiri dan urusan orang lain. Lalu gimana cara membedakannya? Contoh yang diceritakan oleh lusuh kepada si pemuda dalam buku ini adalah misalnya ada anak yang kalau di rumah dia malas belajar. Kebanyakan orangtua pasti akan menyuruh anaknya untuk belajar bahkan mungkin ada yang harus marah-marah dulu supaya anaknya mau belajar.
Menurut Teori Psikologi Adler hal itu tidak seharusnya dilakukan karena belajar itu bukan urusan orang tua melainkan urusan anak tersebut. Oleh karena itu, cara orang tua menangani masalah dengan menyuruh anaknya untuk belajar sebenarnya adalah tindakan mengganggu urusan orang lain.
Lalu si pemuda bertanya apa kita harus membiarkan begitu saja anak kita tidak belajar, lalu filsuf tersebut mengatakan bahwa orangtua harus tetap memberikan perhatian. Jika malas belajar adalah masalahnya, orangtua harus bisa menjelaskan kepada anak tersebut bahwa belajar adalah tugasnya.
Jika dia tidak belajar dan nilai rapornya jelek yang rugi juga dia sendiri. Intinya orangtua harus bisa menciptakan kesadaran bagi anak untuk belajar. Kemauan belajar harus dari dalam dirinya sendiri bukan karena disuruh oleh orangtua atau guru.
2. Menciptakan kebahagiaan bersama
Berikutnya poin kedua yang bisa kita pelajari dari buku ini adalah tujuan kita melakukan semua hal yang tadi adalah menciptakan kebahagiaan bersama. Tapi untuk meraih hal tersebut, dalam Teori Psikologi Adler ada satu hal yang tidak boleh dilakukan yaitu kompetisi atau persaingan.
Alasannya adalah karena hal itu dapat memecahkan kebersamaan. Meskipun banyak yang berpikiran bahwa persaingan dapat meningkatkan motivasi. Menurut Teori Psikologi Adler persaingan atau kompetisi ini tidak bisa menciptakan kebahagiaan bersama. Untuk dapat menciptakan kebahagiaan bersama kita harus membuang jauh hal tersebut.
3. Jangan jadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup
Hal terakhir yang disampaikan dalam buku ini adalah jangan menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup. Karena pada dasarnya kita dapat merasakan kebahagiaan kapan saja seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Menurut Teori Psikologi Adler, hidup ini bukan seperti garis lurus melainkan sebuah rangkaian momen. Disadur dari buku Jangan Takut Dibenci, banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa hidup ini seperti garis lurus dimana terdapat hubungan antara masa lalu masa sekarang dan masa yang akan datang.
Tapi dalam buku ini dijelaskan kalau kita menganggap hidup ini seperti garis lurus maka bisa dibaratkan seperti orang yang sedang mendaki gunung dimana kebanyakan dari mereka mempunyai tujuan untuk bisa sampai ke puncak gunung dan kita hidup saat ini seakan-akan sedang dalam perjalanan menuju puncak tersebut.
Tapi Teori Psikologi Adler tidak setuju dengan pemikiran tersebut, karena jika hidup diibaratkan seperti mendaki gunung maka sebagian besar waktu kita habis dalam perjalanan dan seandainya ternyata kita tidak berhasil mencapai puncak, lalu apa artinya hidup yang selama ini kita jalani?
Menurut Teori Psikologi Adler, hidup ini seperti serangkaian titik yang masing-masing titik mempunyai momen saat ini. Jadi hidup adalah serangkaian titik atau momen saat ini. Hidup kita ini lebih cocok jika diibaratkan seperti perjalanan wisata atau traveling.
Contohnya kita ingin berlibur ke bali selama satu minggu dengan tujuan utama ingin ke Pantai Kuta melihat pantai dan laut. Pada saat traveling kita bisa merasakan bahagia atau senang itu bukan hanya ketika kita melihat Pantai Kuta, bahkan mulai dari keluar rumah kemudian sampai di bandara lalu naik pesawat kita udah bisa merasakan kesenangan atau kebahagiaan.
Pada momen-momen tersebut sebelum melihat Pantai Kuta kita mungkin akan diajak ke hotel dahulu atau diajak mampir menikmati kuliner khas Bali dan kita pun bisa merasakan kebahagiaan pada saat mengunjungi setiap tempat wisata tersebut.
Kalau tujuannya benar-benar hanya ingin melihat Pantai Kuta kita bisa menaiki helikopter supaya cepat sampai ke Pantai Kuta dan setelah puas melihat Pantai Kuta langsung balik pulang. Apakah berlibur itu yang seperti itu? Dalam perjalanan menuju Pantai Kuta mungkin kita akan bertemu dengan banyak hal. Setiap tempat yang kita kunjungi adalah sebuah titik atau momen dimana kita bisa menemukan atau merasakan kebahagiaan.
Itulah beberapa hal penting yang dapat kamu pelajari dari buku yang berjudul Berani Tidak Disukai.