Sumayya Muhammad telah menulis sebuah buku yang sangat apik. Mengisahkan tentang seorang wanita mulia yang dijamin masuk surga, yaitu kisah Bunda Khadijah. Sosok yang terkenal dengan kesuksesannya menjadi womenpreneur pada zamannya, mulia dan dihormati di masyarakat. Walau pada saat itu kedudukan perempuan direndahkan, tapi Khadijah berhasil membuktikan bahwa perempuan layak untuk dihormati dan dimuliakan.
Buku ini mengisahkan tentang lika-liku kehidupan Khadijah di saat sebelum dan sesudah menjadi istri Rasulullah, Muhammad Saw. Ia disebut-sebut sebagai The Queen of Mecca. Orang tua Khadijah bernama Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Zaidah, berasal dari keturunan terbaik di tengah kaumnya.
Khadijah adalah contoh independent woman, mandiri, dengan segala kiprahnya untuk keluarga dan masyarakat pada saat itu. Ia menjadi saudagar yang sukses dengan bisnis perdagangan yang dikelolanya. Jiwa pebisnis inilah yang mengantarkan Khadijah dipertemukan dengan Muhammad, sosok lelaki muda yang jujur dan amanah dalam mengemban tanggung jawab. Saat itu, Muhammad berada di bawah pengasuhan Pamannya, Abu Thalib. Ia membantu sang paman untuk berdagang.
Suatu waktu, Khadijah ingin mempercayakan bisnisnya kepada seseorang. Rencananya perdagangan itu akan menuju ke Syam dalam jumlah yang besar. Abu Thalib pun berpikir untuk menawarkan Muhammad, keponakannya untuk bertolak ke Syam menjalankan bisnis Khadijah.
Saat mendengar cerita dari Abu Thalib dan bertemu dengan Muhammad, Khadijah menangkap bahwa Muhammad adalah seorang pemuda yang cerdas, santun, pandai menjaga diri, dan sempurna secara fisik. Wibawanya begitu terlihat saat berbicara.
Naluri pebisnisnya mengatakan bahwa Muhammad adalah orang yang tepat. “Aku memanggilmu setelah mendengar pendapat banyak orang tentang kejujuran dan akhlakmu yang mulia. Aku memilihmu membawa daganganku dan aku akan membayarmu dua kali lipat dari biasa diterima oleh orang lain” (halaman 49).
Muhammad pun mengiyakan penawaran dari Khadijah. Khafilah dagang pun berangkat dari Mekah menuju Syam. Khadijah memerintahkan Maisarah, budak laki-lakinya untuk ikut serta menemani Muhammad di perjalanan. Maisarah inilah yang ditugaskan Khadijah untuk memperhatikan secara detail bagaimana Muhammad berperilaku sepanjang perjalanan berdagang ini.
Tidak bisa hilang tentang sosok Muhammad dalam benak Khadijah. Ia menanti kapan khafilah dagang itu akan segera kembali. Sampai akhirnya mereka kembali dan Muhammad menghadap Khadijah dengan melaporkan kesuksesan perdagangan yang diamanahkan kepadanya. Maisarah pun bercerita panjang lebar dan menyampaikan juga kejadian aneh saat di perjalanan.
Singkat cerita setelah perjalanan itu, Khadijah pun terus memikirkan lelaki bernama Muhammad itu. Ia juga bertemu dengan Waraqah, pamannya, untuk meminta pendapat tentang sosok Muhammad ini. Semakin mantap hati Khadijah setelah melalui proses perenungan yang mendalam, akhirnya Khadijah memutuskan ingin menikah dengan Muhammad dan mengambil inisiatif untuk meminangnya.
Khadijah adalah perempuan yang cantik, kaya, dan status sosial yang terhormat. Ia menjadi dambaan semua laki-laki. Banyak orang yang melamarnya, tapi ia tak mudah untuk jatuh hati. Saat niat baiknya ingin menikahi Muhammad ini, ia mengambil siasat dengan mengutus sahabat dekatnya bernama Nafisah binti Umayyah untuk diam-diam melakukan pendekatan awal dengan Muhammad. Di sinilah jasa Nafisah untuk melakukan mediasi bagi Khadijah dan Muhammad.
Pada suatu hari, setelah melalui proses yang panjang, Khadijah dengan mantap berkata kepada Muhammad, “Wahai anak pamanku, aku berhasrat untuk menikah denganmu atas dasar kekerabatan, kedudukanmu yang mulia, akhlakmu yang baik, integritas moralmu, dan kejujuran perkataanmu.” Muhammad pun menerimanya, dan hari bahagia pernikahan mereka pun berlangsung.
Buku ini juga mengisahkan peran Khadijah sebagai pendamping setia yang mengorbankan jiwa, raga, harta, dan semuanya untuk suaminya. Bahkan setelah Muhammad diangkat menjadi Rasul, Khadijahlah orang pertama yang mengimaninya, menjadi penguat, penyemangat, pelipur lara di setiap keadaan. Hari-hari berat terus dilalui bersama.
Khadijah juga menunjukkan sosok ibu yang baik untuk anak-anaknya. Pandai menempatkan diri untuk situasi-situasi yang sulit. Sosok wanita yang tak pandang siapa saja orang yang membenci maupun yang menyukainya, ia tetap bersikap baik kepada semua orang. Sosok ibu bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
Buku Khadijah in Love Life is Full of Drama ini bukan hanya menitikberatkan pada peran Khadijah semasa hidupnya. Buku ini juga menceritakan situasi di awal Islam disebarkan di Mekah, peperangan yang berlangsung saat itu, peristiwa saat ditindasnya kaum muslim dari tanah kelahirannya. Sampai pada tahun kesedihan itu berlangsung.
The Saddest Year, atau disebut dengan ‘am al-huzn (tahun duka cita), di mana pada tahun tersebut paman tercinta Abu Thalib meninggal dunia. Sebulan lebih lima hari dari kejadian itu, tepat pada tanggal 10 Ramadhan, tahun 10 kenabian, Khadijah meninggal dunia. Tahun yang sulit untuk Rasulullah dan kaum muslimin kehilangan sosok istimewa di hati mereka.
Itulah kisah singkat dari seorang wanita teladan kita semua, Khadijah binti Khuwailid. Semoga Allah munculkan kembali, Khadijah Khadijah di masa kini dengan semangat dan keteladanan dalam setiap peran yang dijalankan.