Menikah bukan perkara main-main. Bukan pula hanya sekadar sarana untuk menghalalkan hubungan badan atau memuaskan urusan ranjang. Siapa pun yang hendak mengakhiri masa lajang atau menikah, maka dia harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Misalnya, belajar tentang hukum-hukum seputar pernikahan. Hal ini dimaksudkan agar dia mengetahui apa saja hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Misalnya, belajar tentang tata cara mandi junub yang benar, bagaimana cara menyucikan najis yang benar (hal ini sangatlah penting karena setelah memiliki anak, dia akan direpotkan dengan mengurusi bayi yang tentunya akan sering ngompol sembarangan) dan seterusnya.
Menikah bila tujuannya benar, maka dapat menuai manfaat yang besar. Salah satunya ialah dapat melancarkan rezeki. Dalam buku Keajaiban Rezeki Setelah Menikah dijelaskan bahwa setelah menikah, rezeki pasti terbuka. Begitu pula ketika mempunyai anak.
Dalam kebudayaan mana pun, pernikahan selalu dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan. Makanya, tidak heran sejak zaman dahulu, pernikahan selalu dirayakan dengan meriah, penuh simbol kesejahteraan, kesetiaan, dan panjang umur. Pernikahan selalu dianggap momen sakral, yang dalam beberapa kebudayaan dianggap sebagai momen kedewasaan seseorang (halaman 106).
Namun jangan salah mengartikan, jangan lantas kita memiliki anggapan bahwa orang yang sudah berumur tapi belum kunjung menikah itu belum dewasa. Saya yakin setiap orang di dunia ini memiliki keinginan menikah, berumah tangga, memiliki anak, hidup bahagia selama-lamanya.
Hanya saja, nasib dan takdir setiap orang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang memang belum kunjung menikah karena beberapa sebab yang tak bisa diumbar ke publik. Salah satunya misalnya ada orang yang tidak menikah karena dia memang tidak mampu memberikan “nafkah batin” kepada istrinya.
Kesimpulannya menurut saya, tanda kedewasaan seseorang itu tidak melulu ditandai dengan sudah menikah atau belum. Masalahnya, banyak orang yang sudah menikah tapi masih belum dewasa juga cara berpikirnya. Misalnya gemar menghakimi sesama, masih suka merepotkan orangtua dalam segi finansial, dan lain sebagainya.
Terbitnya buku Keajaiban Rezeki Setelah Menikah karya Rizem Aizid dapat menjadi salah satu referensi bagi kaum muda yang sedang mempersiapkan pernikahan atau yang sudah menjalani kehidupan berumah tangga.
Tentu saja, para pembaca perlu mencari buku-buku referensi lainnya dengan tema yang sama dari penulis beragam, agar wawasan tentang seputar pernikahan yang baik semakin bertambah luas, sehingga pola pikir kita menjadi lebih bijaksana, dewasa, dan tak mudah menghakimi orang lain, khususnya orang-orang yang sudah berumur tapi belum kunjung menikah.