Ulasan Novel 'Penari', Menikah Harus Atas Izin dan Restu Orangtua

Hayuning Ratri Hapsari | Rozi Rista Aga Zidna
Ulasan Novel 'Penari', Menikah Harus Atas Izin dan Restu Orangtua
Buku novel Penari (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Menikahlah atas izin dan restu kedua orangtua, sebab ridha Allah itu ada pada ridha kedua orangtua, itulah pesan yang hendak disampaikan oleh Dandang A. Dahlan dalam novel Penari terbitan Dar! Mizan ini. 

Adalah Tejo Kartiko anak bungsu sekaligus perjaka tua yang belum mau menikah. Kedua orangtuanya sudah berkali-kali mencoba menjodohkannya dengan gadis cantik anak orang terpandang. Beberapa calon yang dianggap cocok, sederajat, dan baik, namun tidak satu pun yang berkenan di hati Tejo Kartiko. Akhirnya, kedua orangtuanya pun pasrah.

Saat kedua orangtuanya memasrahkan urusan hati ini kepada anaknya, Tejo baru kali ini menemukan kekasih hatinya yang dirasa cocok.

Perempuan yang menarik hatinya itu adalah Ganis, seorang ledek tayub yang ayu, luwes, ramah, keibuan, dan terkenal. Tejo menyukainya sebab kecantikan dan kelembutannya. Tejo tidak peduli dengan status ledek tayub yang disandang Ganis. 

Tejo pun tahu Ganis ledek tayub yang bukan sembarang ledek. Sekalipun beratus kali pipinya dicolek lelaki di panggung tayuban, namun ia masih suci. Ia juga tidak pernah berbuat macam-macam dengan siapa pun dan dengan bayaran berapa pun.

Ganis yang mencium ketertarikan Tejo atas dirinya, tak kuasa mengelak. Ia pun menyetujui. Namun, ia takut saat hendak dikenalkan ke orangtua Tejo, sebab orangtua Tejo tahu kalau Ganis adalah gadis ledek tayub. Sedangkan ibu Tejo terkenal dengan mulutnya yang suka ceplas-ceplos tanpa peduli orang lain akan tersinggung atau tidak. 

Ganis yang diam-diam juga menyukai Tejo haruskah melepas status sebagai ledek tayub? Sementara profesi ledek tayub yang telah digeluti Ganis selama dua belas tahun itu telah menyelamatkan tiga adiknya yang berotak berlian.

Sugito yang selalu juara kelas sejak duduk di bangku sekolah dasar hampir drop out saat kelas tiga SMP lantaran bapaknya tidak kuat membayar SPP. Begitu juga adiknya, Gilis Suweni, gadis kecil yang cerdas, penuh ambisi, dan bercita-cita tinggi itu hampir terpuruk karena kemelaratan bapaknya.

Ia selalu merengek kepada Ganis karena takut tidak bisa melanjutkan sekolahnya ketika hendak lulus di kelas enam. Begitu pula adik terkecilnya, Seno Aji, biaya sekolahnya juga ditanggung oleh Ganis.

Namun, betapa pun besar cinta Tejo terhadap Ganis, Ganis tetap memohon kepada Tejo untuk meminta restu kedua orangtuanya jika benar-benar bermaksud ingin menikahinya. Bukti permintaan itu sebagaimana kutipan dalam percakapan berikut:

"Pokoknya, akan kutolak lamaran Mas Tejo kalau tanpa ada restu dari ibu, sekalipun aku dilamar dengan emas dan intan. Dan akan kuterima dengan cinta yang dalam kalau ibu merestui, sekalipun aku dilamar hanya dengan setandan pisang. Yang kubutuhkan hanya restu orangtua, Mas. Bukan emas, berlian, atau intan."

"Jangan khawatir, Dik. Ibu pasti merestui kita."

"Mas yakin, ibu akan merestui kita?"

"Demi Dik Ganis, Mas akan melakukan segalanya untuk merayu ibu. Aku tidak akan berhenti merayu sebelum mendapatkannya."

Demikianlah inti kisah novel ini. Dengan membaca novel ini, kita akan mendapatkan banyak pelajaran hidup, terutama hal pernikahan, termasuk persiapan menuju pernikahan, seperti jumlah angka kelahiran kedua calon mempelai, dan lain sebagainya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak