Istri yang Menginginkan Suami Berjiwa Petani dalam Buku 'Obituari Kasih'

Candra Kartiko | Rozi Rista Aga Zidna
Istri yang Menginginkan Suami Berjiwa Petani dalam Buku 'Obituari Kasih'
Buku Obituari Kasih karya Afifah Afra (Dok. Pibadi/Fathorrozi)

Dengan bekal akal pikiran dan hati nurani yang dianugerahkan Tuhan, manusia dapat memilih segala sesuatu sesuai dengan bisikan hati dan pikiran. Termasuk dalam hal pasangan hidup. Manusia berhak menentukan siapa yang cocok menjadi pasangan yang akan menemani hidupnya untuk berlayar di bahtera kehidupan dunia.

Hal senada juga disampaikan oleh Syakilla, tokoh utama dalam novel Islami terbitan Dar! Mizan ini. Kalimat yang sering keluar dari bibirnya adalah, "Jika boleh memilih, aku ingin seorang suami yang berprofesi sebagai petani." (halaman 9).

Berikutnya, dalam buku karya penulis terkenal, Afifah Afra, ini, dijelaskan argumentasi tentang pilihan pendamping hidup dari seorang petani. Penjelasan ini tertuang dalam jawaban Syakilla saat ditanya oleh kawannya, "Kenapa mesti petani?"

Syakila menjawab cukup panjang. Berikut petikan jawabannya.

"Karena aku mencintai alam. Sedangkan petani, kau tahu... di mana-mana mereka sangat dekat dengan alam. Bahkan, sering kali mereka adalah bagian dari alam itu sendiri. Rasanya tidak berlebihan bukan, jika aku mengharapkan suamiku kelak memiliki sebuah farm yang terbentang di tanah pegunungan, dengan tetumbuhan, serta buah-buahan yang pucuk-pucuknya setiap saat menari tertiup bayu. Setiap pagi kami berkeliling dengan traktor kami, sambil bertilawah, membaca puisi, dan bersenandung, memuji kebesaran Allah yang tergambarkan oleh gunung menjulang, langit membiru, dan pohon-pohon yang menghijau." (halaman 9).

Beberapa saat kemudian, Syakilla menikah dengan Riyan, seorang dokter, bukan seorang petani. Di kamar pengantin pada malam pertama, keduanya berdiskusi seputar petani. Riyan bertanya, "Aku agak heran, kenapa kau sangat suka dengan petani?"

Syakilla meralat bahwa ia bukan suka dengan suami petani, tetapi suami yang berjiwa petani. Ketika ditanya mengenai alasannya, Syakilla lagi-lagi menjawab panjang kali lebar.

"Karena, seorang petani memiliki jiwa penanam, pemelihara, sekaligus pengelola. Ia menancapkan benih ke tanah yang sebelumnya telah ia gemburkan dengan penuh kasih. Lalu, ketika benih berkecambah dan menjadi tanaman kecil, ia memupuknya. Menyiraminya dengan air. Menjaganya dari hama dan menyianginya dari tumbuhan liar. Lantas, ketika panen tiba, ia akan memetik bulir-bulir buah dengan teliti, memasukkannya ke dalam lumbung dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan keluarganya. Ia memiliki kesabaran yang begitu luar biasa untuk menanti benih yang kecil itu berubah menjadi tanaman dewasa." (halaman 12).

Akhirnya, Riyan menyampaikan kepada Syakilla bahwa sejak kecil ia bercita-cita ingin menjadi dokter. Setelah menjadi dokter, ia ingin tinggal di pedalaman Irian. Ia mengajak Syakilla agar menjadi petani di sana. Petani yang bercocok tanam amal. Setelah berdiskusi dengan kedua orang tua, Syakilla direstui untuk mendampingi Riyan pergi ke Irian. Namun, kehidupannya di sana penuh dengan gejolak konflik.

Dengan ulasan buku Obituari Kasih ini, semoga apapun profesi kita, mampu menjadi sosok dengan bekal jiwa petani.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak