Pahlawan yang satu ini mungkin hanya sedikit orang yang mengenalnya, tetapi beliau juga salah satu pahlawan yang memiliki peran penting dalam sejarah bangsa Indonesia, terutama dalam militer Indonesia. Namanya bahkan baru marak diperbincangkan saat setelah TNI bersikeras memberi nama kapal perang barunya, “KRI Usman Harun” bersamaan dengan nama Usman Tohir.
Seperti dikutip dari buku "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan" karangan Johan Prasetya, Usman Janatin lahir pada Minggu Kliwon tanggal 18 Maret 1943, tepat di desa Tawangsari, kelurahan Jatisaba, kabupaten Purbalingga, saat Jepang masih menduduki Indonesia. Ia putra dari pasangan H. Muhammad Ali dan Rukiah. Ayah Usman Janatin selalu menekankan kepada anak-anaknya agar menjadikan agama sebagai landasan hidup. Begitu pula dalam pendidikan, ia sangat menekankan pentingnya pendidikan agama.
Hal itu dilakukan oleh ayah Usman Janatin tak lain agar anaknya dapat menjadi manusia yang dapat berguna bagi nusa dan bangsa, serta dapat membalas jasa orang tua. Sehingga tidak heran jika anak-anaknya mampu mendapatkan pengetahuan agama dan membaca al-quran dengan baik.
Setelah tamat dari sekolah dasar, Usman Janatin melanjutkan pendidikannya ke SMP Budi Bhakti kota Purbalingga. Sekolah tersebut mendapatkan simpati dari kalangan masyarakat Purbalingga karena prestasinya sejajar dengan sekolah negeri.
Meski Usman Janatin terlahir dari kalangan islam, tetapi pihak orang tuanya tak pernah melarang untuk masuk sekolah tersebut. Mengingat tujuan masuk sekolah bukan untuk belajar agama, melainkan untuk menuntut ilmu pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bekal. Lagi pula ilmu agama sudah diperoleh dari rumah yang telah diajarkan oleh orang tuanya.
Selepas dari SMP, Usman Janatin memilih untuk bergabung dengan dinas militer. Mulanya pihak ayah tak merestui keinginan Usman Janatin untuk masuk dinas militer, pihak ayah justru berkeinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena kemauan yang keras, Usman Janatin tetap berusaha dalam mendapatkan restu dari orang tuanya untuk masuk dinas militer.
Hingga pada tahun 1962, Usman Janatin mulai mengikuti pendidikan militer di Malang yang dilaksanakan oleh Korps Komando Angkatan Laut. Usman Janatin termasuk siswa angkatan ke-10 dengan masa pendidikan selama enam bulan.
Selepas dari situ, Usman Janatin kembali menjalani pendidikan dasar militer Gunung Sahari, pendidikan amphibi di Semampir, latihan puncak di Purboyo Malang bagian selatan. Semua tahapan pendidikan itu diikuti Usman Janatin dengan baik sehingga mendapatkan baret ungu. Bahkan masih sempat mendapatkan pendidikan tambahan berupa intelijen, kontraintelijen, sabotase, demolisi, gerilya, hingga perang hutan.
Pada tanggal 8 Maret 1965, Usman Janatin mendapatkan tugas operasi sabotase di Singapura, akan tetapi dengan tugas itu membuat Usman Janatin ditangkap setelah aksi pengeboman di MacDonalds House. Usman Janatin pun menjalani hukuman penjara selama 3,5 tahun dan proses peradilan yang melelahkan, hingga akhirnya membuat ia dihukum gantung di penjara Changi pada 17 Oktober 1968.
Jazadnya pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Indonesia. Usman Janatin dianugerahi penghargaan sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden No.050/TK/1968.