Judul Buku: Semua untuk Hindia
Penulis: Iksaka Banu
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: Cetakan pertama, 2014
Jumlah halaman: xiv + 154 halaman
Iksaka Banu adalah salah satu penulis sastra berlatar belakang sejarah. Dalam cerita buatannya, ia selalu menjadikan orang Eropa masa kolonial di Indonesia zaman dahulu sebagai sudut pandangnya. Dulu ketika ia berbincang dengan Leila Chudori di podcast 'Coming Home with Leila Chudori' ia mengungkapkan alasannya. Ia ingin masyarakat Indonesia tahu bagaimana sejarah kita di luar penuturan buku sejarah kita tepatnya di mata orang Eropa yang menjajah kita dulu.
Di kumcer ini sendiri latar waktunya dimulai dari kedatangan Cornelis de Houtman sampai awal Indonesia merdeka. Ada dua kisah berdarah di sini. Pertama kisah Perang Puputan dengan narasi yang menggambarkan horor dan sadisnya perang. Kedua kisah tentang penjagalan China, perpaduan brutalnya peristiwa itu dan rencana pembunuhan sang calon gubernur baru VOC.
Selain itu ada kisah-kisah cinta penuh intrik. Kisah-kisah itu bercerita tentang gundik lokal dan tuan Belandanya, kisah cinta yang dibayangi cerita legendaris Sara Specx dan Pieter Cortenhoff dan lain-lain. Ada juga siasat dan cerita menarik lainnya seperti spionase wanita Belanda yang pada akhirnya berpihak pada masyarakat Indonesia yang ia cintai, obrolan angkuh dan nostalgia tentara Belanda yang sedang berperang dengan Indonesia setelah Indonesia merdeka, penipuan untuk penyelundupan, pertemuan seorang Belgia dengan Pangeran Diponegoro di Stadhuis (Museum Fatahillah sekarang), kisah tragis penderita lepra yang dituduh mencuri beras, pelayaran laut penuh tantangan dan lain-lain.
Cerpen-cerpen ini masing-masing disertai gambar sketsa yang klasik. Seperti menghidupkan masa kolonial yang lawas, sedikit seram dan bernuansa nostalgia. Jika ada istilah-istilah asing berbahasa Belanda akan dijelaskan oleh catatan kaki di bawah.
Iksaka Banu penulis buku ini bukan berasal dari jurusan Sejarah, Arkeologi dan Sastra Belanda, tapi ia sangat paham dengan sejarah masa kolonial hingga istilah asing berbahasa Belanda pada zaman Indonesia masih dijajah. Cerpen-cerpen ini terasa hidup. Ketika kamu membacanya seakan hidup di Kota Tua, Jakarta Barat dan Kota Lama, Semarang serta berpetualang ke mesin waktu.
Dengan buku kumcer ini tidak hanya membangun imajinasimu akan masa kolonial dulu. Tapi juga membuatmu menghargai para pahlawan yang melawan penjajah dulu.