Review Buku 'Di Tengah Kegelapan Inuvik', Menghadapi Masa Lalu yang Buruk

Rendy Adrikni Sadikin | Sam Edy
Review Buku 'Di Tengah Kegelapan Inuvik', Menghadapi Masa Lalu yang Buruk
Ilustrasi Buku "Di Tengah Kegelapan Inuvik".(Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Sebagian orang pernah mengalami masa lalu kelam yang menjadikannya merasa trauma. Misalnya ketika terjadi gempa dan tsunami di Aceh sekian tahun silam, banyak orang yang merasa sulit melupakan kejadian traumatis itu. Terlebih bagi mereka yang kehilangan orangtua dan seluruh anggota keluarganya.

Rasa traumatik atas kejadian buruk di masa silam memang sulit dihilangkan, namun bukan berarti tidak bisa diobati. Butuh waktu lama memang untuk bisa menghadapi kenyataan pahit yang pernah dialami, dan tentu saja butuh kesabaran dan kesadaran bahwa semua yang telah terjadi merupakan takdir yang telah ditetapkan oleh-Nya.

Bicara tentang rasa trauma yang dialami seseorang, ada sebuah kisah menarik yang bisa kita simak dalam bukuDi Tengah Kegelapan Inuvik” karya Sori Siregar. Buku ini berisi lima belas cerpen beragam tema yang layak disimak oleh opara pembaca, khususnya penikmat karya-karya fiksi yang berbobot. Selain bisa menjadi bacaan yang menghibur, buku ini juga memuat pesan moral yang bisa dipetik oleh para pembaca.

Salah satu cerpen yang mengungkap rasa traumatik seseorang berjudul “Di Tengah Kegelapan Inuvik”. Bercerita tentang seorang gadis bernama Fibriliana, biasa dipanggil Fibri, yang kesemua anggota keluarganya, mulai dari ayah, ibu, dan ketiga adiknya, meninggal dunia setelah gempa dahsyat melanda kota kelahirannya di Aceh.

Fibri berusaha keras melupakan bencana yang telah memaksanya menjadi sebatang kara itu. Ia masih beruntung karena ketika musibah itu datang melanda, ia tidak berada di kota kelahirannya, Darussalam. Ia sedang kuliah di Jakarta. Kemudian ia pulang. Ia menyaksikan reruntuhan rumah orangtuanya. Lama ia menatap puing-puing tempatnya berteduh dulu. Fibri mencari ke sana kemari. Ia tidak pernah berhasil menemukan ayah, ibu, dan ketiga adiknya.

Ia tidak ingin tenggelam dalam duka yang terlalu lama. Ia merasa harus bangkit menjadi anak yang mandiri dan realistis. Karena itu, begitu ia menyelesaikan pendidikannya dengan memegang ijazah diploma 4 dari sebuah Akademi Pariwisata, ia langsung melamar kerja ke perusahaan pengelola kapal pesiar yang beroperasi di Eropa. 

Meski kedua orangtua dan ketiga adiknya telah tiada, tapi Fibri masih beruntung memiliki Ompung. Lelaki yang disebutnya ompung itu adalah paman ayahnya, orang yang selalu diajaknya berdialog jika ia merasa kesepian. 

Ompung pernah memberikan nasihat kepada Febri. Sebuah nasihat yang penting direnungi oleh para pembaca tentang cara menghadapi masa lalu yang kelam. Begini isi nasihatnya: 

“Kamu tidak akan pernah dapat melupakan peristiwa itu ke mana pun kamu pergi. Ia akan terus mengejarmu. Karena itu, bersikaplah realistis. Terimalah kejadian itu sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak. Pergi jauh tidak akan memecahkan masalah”.

Cerpen-cerpen menarik lainnya bisa disimak langsung dalam buku karya Sori Siregar yang diterbitkan oleh penerbit Kompas (Jakarta, 2019) ini. Misalnya, cerpen berjudul ‘Syukuran’ yang mengungkap seorang tokoh bernama Dilan yang merasa tak enak hati saat menolak permintaan Darmola, orang yang memiliki banyak kekayaan tapi dengan jalan licik.

Dilan tak mampu menolak permintaan Darmola karena di masa silam ia pernah berutang budi padanya. Semoga ulasan buku ini bermanfaat. Selamat membaca dan merenungi pesan-pesan moral yang diselipkan oleh penulisnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak