Toleransi adalah sikap yang harus terus kita pupuk dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa mengedepankan sikap toleransi, antara pemeluk agama satu dengan yang lainnya akan mengalami ketidakharmonisan dan berujung pada perpecahan. Padahal, dalam menjalani hidup ini, mestinya kita harus terus menjaga kerukunan meskipun berbeda dalam pandangan hidup dan juga keyakinan.
Bicara tentang toleransi, dalam buku ‘Harmoni di Negeri Seribu Agama’ dijelaskan, kata toleransi bisa diartikan kelapangan dada, dalam pengertian suka kepada siapa pun, membiarkan orang berpendapat atau berpendirian lain, tak mau mengganggu kebebasan berpikir dan berkeyakinan lan (W. J. S. Poerwodorminta, 1996). Toleransi dalam konteks ini dapat dirumuskan sebagai satu sikap keterbukaan untuk mendengar pandangan yang berbeda.
Toleransi berfungsi secara dua arah, yakni mengemukakan pandangan dan menerima pandangan dalam batas-batas tertentu, namun tidak merusak keyakinan agama masing-masing. Hakikat toleransi terhadap agama-agama lain merupakan satu prasyarat utama bagi terwujudnya kerukunan nasional. Sementara itu, kerukunan nasional merupakan pilar bagi terwujudnya pembangunan nasional (Harmoni di Negeri Seribu Agama, hlm. 6).
Dalam agama Islam, kita diajarkan untuk membangun hubungan yang baik atau harmonis dengan pemeluk agama lain. Selama mereka tidak memusuhi dan memerangi, kita dianjurkan untuk bersikap baik, adil, dan menghormati mereka.
BACA JUGA: Beragam Gaya Kencing yang Aneh dalam Buku 'Serdadu dari Neraka'
Hubungan seorang muslim dengan nonmuslim adalah hubungan dialog, toleransi, dan perdamaian. Soal interaksi muslim dengan nonmuslim telah dijelaskan Al-Qur’an misalnya dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8, yaitu: Allah tidak melarang kamu (menjalin hubungan baik) dengan orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negeri kamu, (dan Allah juga tidak melarang kamu) berbuat baik kepada mereka dan berlaku adil terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Harmoni di Negeri Seribu Agama, hlm. 99).
Dalam buku ini juga dipaparkan bahwa Islam memerintahkan umatnya untuk selalu berinteraksi (ta’arofu) dengan komunitas berbeda. Sebab rahmat Allah yang diberikan melalui Islam, tidak mungkin dapat disampaikan kepada umat lain, jika komunikasi antara kelompok muslim dan nonmuslim tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, para ulama fuqaha dari berbagai mazhab membolehkan seorang muslim memberikan sedekah sunah kepada nonmuslim yang bukan kafir harbi (nonmuslim yang memusuhi Islam).
Terbitnya buku ‘Harmoni di Negeri Seribu Agama’ karya Abdul Jamil Wahab, M.Si. (Quanta, 2015) ini dapat menjadi bacaan yang mencerahkan dan membuka wawasan lebih luas kepada para pembaca tentang pentingnya menjalin kerukunan dan keharmonisan dengan para pemeluk agama yang berbeda.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS