Dilanda Kemarau Ekstrem, Perlukah Sistem Rain Water Harvesting Diterapkan?

Hayuning Ratri Hapsari | zahir zahir
Dilanda Kemarau Ekstrem, Perlukah Sistem Rain Water Harvesting Diterapkan?
Ilustrasi teknik rain water harvesting sederhana (Unsplash/jamie hoold)

Dalam beberapa bulan terakhir, Indonesia tengah dilanda kemarau dan kekeringan panjang yang cukup ekstrem. Dilansir dari data yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kekeringan di Indonesia pada rentan waktu Agustus hingga September kemarin meluas hingga mencapai sebagian besar wilayah.

Tercatat, hampir seluruh wilayah di pulau Jawa, Sumatera, Bali, dan Nusa tenggara sedang mengalami cuaca panas yang cukup ekstrem hingga mencapai suhu lebih dari 32-35 derajat Celcius.

Bahkan, beberapa daerah seperti Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta tengah mengalami bencana kekeringan dan kesulitan pasokan air bersih. Kondisi ini diprediksi akan terus terjadi hingga akhir bulan Oktober atau awal November 2023 nanti.

Sedikitnya, ada sekitar 116.00 jiwa di 11 provinsi yang tengah mengalami krisis air bersih pada kurun bulan Juli-September kemarin.

Apakah Rain Water Harvesting merupakan Solusi Krisis Air Bersih di Masa Depan?

Ilustrasi Rain Water Harvesting (unsplash/mackie jane)
Ilustrasi Rain Water Harvesting (Unsplash/mackie jane)

Dilansir dari data yang dipublikasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bencana kekeringan yang terjadi sejak Juli hingga September kemarin dan diprediksi akan berlangsung hingga bulan November nanti disebabkan oleh efek dari anomali suhu yang berada di Samudra Pasifik atau yang dikenal dengan nama El Nino.

Selain itu, posisi antara bulan Juli-Oktober yang merupakan puncak musim kemarau juga turut memperparah kenaikan suhu dan kekeringan di sebagian tempat di Indonesia yang menyebabkan krisis air bersih.

Lantas bagaimanakah cara guna menanggulangi krisis air bersih yang kini sedang terjadi? Mungkin jika yang dimaksudkan untuk menanggulangi krisis yang terjadi saat ini memang menjadi problem yang belum menemukan solusi.

Akan tetapi, guna menanggulangi krisis sejenis yang kemungkinan bisa terjadi di masa depan dapat dilakukan dengan metode Rain Water Harvesting atau memanen dan menyimpan air hujan.

Dilansir dari situs Kementerian PUPR Provinsi Sulawesi Selatan, memanen air hujan dan menyimpannya atau Rain Water Harvesting merupakan metode pengumpulan air hujan dan disimpan dalam wadah seperti tangki air atau wajah sejenis memang cocok dilakukan ketika sedang tinggi curah hujan.

Cara ini terkenal cukup ampuh dilakukan oleh negara-negara yang terkenal memiliki curah hujan yang cukup rendah per tahunnya guna mengatasi ketersediaan air bersih.

Cara mengumpulkan air hujan tersebut terbilang cukup sederhana, yakni air hujan dialirkan melalui sebuah talang air atau pipa yang umumnya berada di atap bangunan dan dialirkan ke sebuah tempat penyimpanan guna dipergunakan saat menghadapi musim kemarau atau sedang krisis air bersih.

Cara ini bisa dilakukan secara mandiri di setiap rumah atau terkoordinir dengan sebuah wilayah dan tentunya menggunakan wadah penampungan yang lebih besar.

Meskipun terdengar cukup memungkinkan dan sederhana, akan tetapi proses rain water harvesting tersebut tetap harus mengedepankan aspek higienitas air dan alur pengolahannya agar layak konsumsi.

Tentunya apabila dilakukan dengan benar, bukan tidak mungkin cara ini akan menjadi salah satu solusi jitu menanggulangi krisis air di masa depan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak