Seperti yang kita tahu, menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang sangat mulia bagi wanita di mata Tuhan. Namun pada kenyataannya, masih banyak orang di luar sana yang memandang sebelah mata wanita yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, terlebih jika wanita itu memiliki pendidikan yang tinggi, menganggap bahwa gelar yang diraih wanita tersebut sia-sia karena tidak menghasilkan secara materi.
Padahal, menjadi ibu rumah tangga juga membutuhkan banyak ilmu, seperti ilmu akuntansi untuk mengatur keuangan, ilmu pendidikan untuk mendidik anak, ilmu agama untuk membekali anak, ilmu kesehatan dan psikologi untuk mendampingi proses tumbuh kembang anak, dan masih banyak lagi. Sehingga bisa dipastikan apa pun latar belakang pendidikan seorang wanita, ilmunya pasti akan berguna untuk rumah tangganya sehingga tidak ada kata sia-sia bagi wanita berpendidikan tinggi yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.
Mirisnya, masih banyak wanita di luar sana yang belum dapat memahami hal tersebut sehingga tanpa mereka sadari keluar pernyataan dari mulut mereka yang menyakiti perasaan wanita lain yang dikomentarinya. Alih-alih woman support woman, minimnya pengetahuan dan empati justru membuat wanita seringkali menyakiti hati wanita lain karena lisannya. Hingga akhirnya, banyak ibu rumah tangga yang merasa tak berdaya dan rendah diri dengan status mulianya.
Melalui bukunya yang berjudul "Bahagia Hanya Menjadi Ibu Rumah Tangga", Jazimah Al-Muhyi berharap tidak ada lagi wanita yang menyesali keputusannya untuk menjadi ibu rumah tangga setelah membaca buku ini. Di dalam buku ini, ia menuangkan pengalaman dan renungannya dalam menjalani kehidupan, terutama yang berkaitan dengan perempuan dan anak.
Salah satu fakta menarik yang saya ketahui setelah membaca buku ini adalah KDRT rupanya tak selalu disebabkan oleh sosok pria yang kasar. Sebab KDRT tak hanya soal kekerasan yang dilakukan seorang suami terhadap istrinya atau anaknya, tetapi juga bisa dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya dan juga oleh ibu terhadap anaknya, baik secara verbal maupun fisik.
Hal tersebut bisa terjadi lantaran ibu rumah tangga merasakan beban yang terlalu berat di pundaknya, sehingga menjadikannya lelah dan sensitif kemudian melampiaskan perasaannya kepada suami atau anaknya. Melalui buku ini penulis membagikan pengalamannya bagaimana cara untuk melawan dominasi perasaan pada ibu rumah tangga agar terhindar dari tindakan KDRT.
Oleh sebab itu, seorang ibu haruslah bahagia. Sebab kebahagiaan seorang ibu menjadi penentu kebahagiaan seisi rumah. Jika kebahagiaan sudah berhasil dicapai oleh seorang ibu, maka anak-anak akan tumbuh dengan emosi yang baik, kecerdasan dan potensi yang optimal.
Namun sayangnya, masih banyak ibu rumah tangga yang menggantungkan kebahagiaannya pada sikap atau penghasilan suami, atau pada ekspektasi besarnya terhadap anak-anak mereka. Hingga akhirnya kebahagiaan seolah sulit sekali untuk digapai oleh seorang ibu rumah tangga.
Maka dari itu penulis mengajak para ibu rumah tangga untuk mengenali hati dan jiwanya sendiri agar bisa menciptakan kebahagiannya sendiri tanpa harus bergantung pada suami atau anaknya. Perbanyak mensyukuri pemberian Tuhan sekecil apapun itu serta membudayakan tabayun atas segala hal yang terjadi dalam hidupnya.
Setelah membaca ulasan ini, apakah kamu tertarik untuk membacanya?