Novel yang akan saya ulas pada kesempatan kali ini ialah sebuah novel karya salah satu sastrawan kondang Indonesia, Umar Kayam. Berjudul Para Priyayi, novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1992 oleh Pustaka Utama Grafiti. Pada novel ini, terdapat sepuluh bab yang berisikan kisah tentang perjuangan para priyayi: mulai dari perjalanan mereka menjadi priyayi; bagaimana cara mereka mempertahankan kedudukan sebagai priyayi; bagaimana cara mereka hidup dan bergaul sebagai priyayi; hingga apa saja hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para priayayi.
Uniknya, pada setiap bab dalam novel ini, Umar Kayam memosisikan narator sebagai tokoh yang turut hadir dan terlibat dalam berbagai kejadian. Artinya, setiap bab dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama (sebagai "Aku") yang turut hadir dan terlibat dalam berbagai kisahannya. Pada mulanya, novel ini mendeskripsikan sebuah kota yang bernama Wanagalih. Adapun Wanagalih merupakan sebuah kota kecil yang terletak di pinggiran Keresidenan Madiun, yang dihuni oleh para priyayi.
Sedikit mengenai definisi priyayi, priyayi merupakan anggota masyarakat yang kedudukannya dipandang tinggi dan terhormat di dalam masyarakat Jawa. Biasanya, priyayi merupakan orang yang bekerja sebagai pejabat sipil di bawah Pemerintahan Belanda, dan berbeda dari masyarakat pribumi Jawa yang pada umumnya merupakan petani biasa.
Singkat cerita, setelah mendeskripsikan Kota Wanagalih yang dihuni oleh para priyayi, novel ini menceritakan berbagai tokoh yang merupakan para priyayi beserta latar belakangnya. Seperti contohnya ialah tokoh Lantip, yang diceritakan merupakan seorang lelaki desa yang berasal dari Desa Wanalawas. Akan tetapi, karena ketekunan dan kegigihannya berjualan tempe bersama mboknya, Lantip pun diadopsi oleh sebuah keluarga priyayi di Wanagalih, yaitu keluarga Sastrodarsono. Hingga akhirnya, Lantip pun mendapatkan akses pendidikan dan pekerjaan yang layak; dan demikian ia berkesempatan menjadi seorang priyayi karena status jabatannya.
Beberapa keunikan yang terdapat dalam novel ini, menurut saya, antara lain ialah gaya berceritanya. Seperti yang sudah saya sampaikan tadi, bahwasanya setiap bab pada novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama (sebagai "Aku") yang turut hadir dan terlibat dalam berbagai kisahannya. Selain itu, gaya bahasa pada novel ini juga terbilang unik.
Sebab, dalam berbagai narasi dan dialog yang terdapat dalam novel ini, sang pengarang sering kali menyisipkan kata atau frasa berbahasa Jawa. Sehingga, dengan penyisipan kata atau frasa berbahasa Jawa tersebut, narasi dan dialog dalam novel ini terasa lebih hidup dan terasa sekali lokalitasnya.
Menurut saya, novel Para Priyayi ini sangat bagus untuk kalian baca. Sebab selain gaya bercerita dan gaya bahasanya yang unik, serta intensitas lokalitasnya yang tinggi, novel ini juga sarat akan peristiwa sejarah. Sebagai contoh, dalam novel ini juga terdapat beberapa bagian yang mengisahkan peristiwa Gestapu; juga beberapa bagian yang mengangkat peristiwa pergerakan pers di kalangan para priyayi pada masa itu, yang diinisiasi oleh Tirto Adisoerjo, dengan surat kabar pimpinannya, yaitu Medan Prijaji.
Nah, itu tadi merupakan sedikit ulasan mengenai sebuah novel karya Umar Kayam yang berjudul Para Priyayi. Adapun ulasan ini merupakan ulasan saya pribadi, berdasarkam buku tersebut. Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian tertarik untuk membacanya?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS