Saya sangat tertarik pada luka, kesedihan, rasa putus asa, dan tragedi-tragedi yang terjadi di dalam diri dan kehidupan manusia. Masing-masing dari hal-hal itu memiliki keunikan rasa yang layak untuk dikisahkan. Ada banyak pelajaran yang bisa saya petik dari hal-hal itu.
Paragraf di atas adalah catatan dari penulisnya, Ajeng Maharani, untuk buku kumpulan cerpen beliau yang berjudul Ia Tengah Menanti Kereta Uap Tuhan yang Akan Membawanya ke Bulan.
Dalam buku ini, fokus penulis ada pada tiga perkara, yaitu: perempuan, anak-anak, dan perilaku seks menyimpang. Setiap cerita dikemas dengan sangat piawai, menggunakan diksi-diksi memikat khas dari sang penulis. Berikut akan sarikan sebagian kisahnya untuk kalian, para pembaca.
Cerita dibuka dengan cerpen Dongeng tentang Ibu dan Seekor Laba-laba di Kamar Mandi. Cerpen ini bercerita tentang bocah laki-laki bernama Damar yang suatu hari ibunya menghilang.
Damar yakin, laba-laba yang menghuni kamar mandi di rumahnya adalah penjelmaan dari sang ibu. Ibunya yang seorang pendongeng andal tapi memiliki suami yang keras dan angkuh, bahkan kepada dirinya. Damar yakin Bapak yang telah mengutuk Ibu hingga menjadi laba-laba. (hlm 9).
Kisah lainnya yang menarik ada pada cerpen Kesedihan Kita. Saya tidak pernah bosan mengulang-ulang membaca cerita satu ini, yang bercerita tentang perselingkuhan yang dilakukan suami sang tokoh perempuan. Namun, perselingkuhan itu dilakukan dengan orang yang tak pernah disangka-sangka sebelumnya, yang juga menyebabkan kesedihan di hati sang ayah.
Di atas, kita merasakan ada keganjilan yang melesak. Desah napas yang liar menusuk-nusuk dan nama seorang lelaki disebut. Kamu menatapku cemas. Aku terdiam. Mematung dan tegang. Kamu tidak mengatakan apa-apa. Kamu hanya memeluk kepalaku. Mencium keningku. Membelai punggungku. Tapi aku tidak menangis. Sungguh. Aku tidak akan menangis, Ayah. (hlm 42)
Cerpen yang memiliki judul sepanjang kereta api dan menjadi judul buku ini, Ia Tengah Menanti Kereta Uap Tuhan yang Akan Membawanya ke Bulan, bercerita tentang keinginan seorang anak untuk bertemu ibunya.
Pertanyaan yang selalu diutarakan si bocah perempuan sampai ia beranjak dewasa tentang keberadaan sang ibu, selalu dijawab ayahnya bahwa ibunya berada di bulan. Dan ia selalu mempercayai perkataan ayahnya itu.
"Dengar, Sayang, jika saatnya sudah tiba, Tuhan pasti akan memanggilmu. Dia akan mengirimkan kereta uap. Lalu kau, dan juga orang-orang yang dipanggil oleh Tuhan, akan duduk dengan sukacita di dalam bangku-bangku kereta. Dan ketika kalian semua turun, kaki-kaki kalian akan menginjak bulan. Di situlah tempat ibumu berada." (hlm 18)
Satu hal mengejutkan mengenai keberadaan sang ibu yang sesungguhnya, akan membuat para pembaca terpana di akhir cerita.
Masih banyak cerpen-cerpen lain dalam buku ini yang menarik untuk disimak, di antaranya: Imron Ingin Membunuh Bapak, Pengakuan Dosa, Sesudah Mbah Darto Bunuh Diri, Maysa Rindu Menyusu pada Batu, dan lain-lain.
Kumpulan cerpen yang diterbitkan Penerbit Basabasi ini memiliki banyak kejutan, baik dalam ide cerita, pemilihan kata, dan ending cerita yang tak terduga. Pembaca juga bisa menjadikan setiap cerita yang penuh tragedi, sebagai pembelajaran untuk lebih bijak menyikapi kehidupan. Semoga ulasan ini bermanfaat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.