Asrama Hagers: Novel Horor dengan Latar Tempat Pembuangan Janin Aborsi

Ayu Nabila | Hafsah Azzahra
Asrama Hagers: Novel Horor dengan Latar Tempat Pembuangan Janin Aborsi
Novel Asrama Hagers (Kezafelice.com)

Asrama Hagers, salah satu novel dengan POV (Point of View) pertama yang membuat saya jatuh cinta. Padahal, saya tidak menyukai genre horor. Namun Keza Felice sebagai penulia berhasil membuat saya terpikat bahkan sejak membaca blurb. 

Asrama Hagers bercerita tentang Aletta, gadis yang hidup di asrama yang dulunya menjadi pembuangan janin PS (Pekerja Seks) yang alami KTD (Kehamilan Tidak Direncanakan) saat bekerja. Sebab tidak ingin tanah lapang itu tidak berguna dan menjadi tempat dosa seperti ini, Inggarwati menyulapnya menjadi asrama untuk para siswa menuntut ilmu. 

Membaca Asrama Hagers membuat saya seperti melihat ke diri sendiri. Sama seperti Aletta, beberapa kali saya juga sering merasa begitu berbeda dengan anak-anak lain. Namun bedanya, Aletta tidak sama seperti teman-temannya karena ada makhluk yang terus mengintainya. Sementara saya tidak memiliki kemampuan mistis atau diikuti oleh makhluk astral seperti itu. 

Menulis dengan POV 1 tidak mudah. Namun Keza berhasil menyusun kata demi kata hingga menjadi kalimat dan paragraf yang begitu mengalir. Sudut pandang penceritaan seperti ini membuat cerita ini begitu nyata dan mengalir. Hingga tanpa sadar, ada kejutan-kejutan baru di bab berikutnya. Seperti misalnya, meninggalnya Inggarwati sang pemilik asrama dan beberapa orang di sekitar Aletta. 

BACA JUGA: Roblox: Game Multiplayer yang Cocok Dimainkan Anak-anak dan Dewasa

Sehingga novel terbitan Alinea Publishing di tahun 2020 ini berhasil menjadi novel horor favorit pertama saya. Karena seperti diketahui, menulis dengan POV 1 sangat rawan bocor POV dan cenderung lebih sulit untuk menggambarkan momen yang dialami tokoh lain dalam cerita. 

Sehingga menurut saya, Keza berhasil mengeksekusi ide anti mainstream ini dengan sangat baik. Namun ada beberapa bab yang menurut saya terlalu panjang. Sehingga membuat lelah saat membacanya. Mungkin akan lebih baik bila satu bab panjang tersebut dibagi menjadi dua bab.

Namun ketegangan saat membaca terkadang membuat saya lupa kalau novel ini memang cukup panjang. Asrama Hagers juga membuat saya nostalgia saat menjadi kehidupan asrama semasa kuliah dulu. Mungkin beberapa asrama memang identik dengan kesan horor karena dulunya bekas kuburan, rumah sakit, atau tempat pembuangan mayat. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak