Dongeng atau cerita rakyat banyak sekali di Indonesia. Dongeng-dongeng yang dituturkan secara lisan, mengandung sejarah dan nilai moral. Beberapa sudah ditulis dan dibukukan. Namun, masih banyak yang berupa cerita lisan.
Hal ini membutuhkan orang-orang kreatif untuk mengumpulkan dan menuliskan kembali ke dalam naskah. Syukur jika bisa diterbitkan dan didokumentasikan agar tidak hilang seiring penutur cerita atau dongeng tersebut meninggal dunia.
Membaca buku kumpulan dongeng sebenarnya mengingat cerita masa lalu. Cerita yang pernah dituturkan oleh orang tua kita. Dongeng yang disampaikan oleh guru-guru kita.
Karena cerita dari mereka kita jadi paham asal usul suatu tempat. Kita mengetahui nilai-nilai moral dan kehidupan di masa lalu. Mengetahui nilai keburukan tidak selamanya berhasil baik. Keserakahan hanya akan menimbulkan kebinasaan. Permusuhan hanya menghasilkan kehancuran.
Seperti cerita dalam buku Dongeng Nusantara terbitan Bestari Kids tahun 2010 ini. Buku ini memuat 3 cerita rakyat yaitu asal usul Surabaya, terciptanya Situ Bagendit, dan asal-usul selat Bali. Ketiga cerita rakyat dari Pulau Jawa ini ditulis ulang Bambang Joko Susilo dan diberi gambar oleh Sugeng Supriyadi.
Buku ini ditulis dengan dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris.
Pertengkaran dua makhluk yaitu Sura si ikan hiu dan Baya si buaya menciptakan legenda terjadinya kota Surabaya. Lambang ibu kota Jawa Timur ini berupa ikan hiu dan buaya.
Dikisahkan kedua makhluk air tersebut bermusuhan karena berebut makanan dan wilayah kekuasaan. Keduanya yang sama-sama rakus, kuat, cerdik, dan ganas bertarung setiap bertemu. Akhirnya mereka kelelahan dan membagi kekuasaan. Mereka berdamai. Sebab ibarat pepatah menang jadi arang kalah jadi abu.
Sama seperti situasi negeri ini setelah pileg. Mereka, para elit berebut kebenaran dan kemenangan. Itu seperti cerita sura dan buaya. Tak akan ada yang menang.
Cerita yang kedua dan ketiga berkisah orang orang yang serakah. Mereka tamak akan harta. Mereka melakukan apa saja demi harta dan kekayaan.
Seolah sama dengan masyarakat negeri saat ini. Mereka hanya berpikir bagaimana mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Tidak peduli kemiskinan orang lain. Mereka hanya memburu harta dan kekuasaan.
Ingatlah, bahwa harta akan musnah. Jabatan akan sirna dan pangkat akan oncat dari diri kita. Eh, syukuri apa yang telah Tuhan berikan. Jangan tamak apalagi sampai memeras dan mengorbankan orang lain.
Seperti cerita kedua tentang Nyi Endit yang suka menumpuk harta dan melakukan proses rentenir. Akhirnya harta yang dicari pun hilang dan tenggelam bersama dirinya dan membentuk situ yab dikenal sebagau Situ Bagendit.
Sama seperti ekonomi negeri ini. Mereka meminjamkan uang dan berbunga. Perhatikan saat ini banyak usaha perbankan yang gulung tikar. Banyak koperasi yang kolaps dan tak bisa membayar uang nasabah. Hilang seperti Nyi Endit yang hartanya habis.
Begitu juga penyakit masyarakat yaitu judi. Judi dilarang pemerintah. Namun, masih saja muncul berita tentang perjudian baik manual maupun slot. Mereka pun terjebak dalam utang dan melakukan kejahatan. Seperti cerita ketiga yaitu Manik Angkeran.
Cerita yang mengisnpirasi terciptanya selat Bali. Sebagai anak seharusnya berlaku sopan dan baik hati. Mau bekerja keras dan tidak melakukan judi. Apa pun bentuknya judi tidak akan membuat kaya kecuali bandarnya. Untuk itu harus dihindari agar tidak terjebak utang.
Seperti juga orang tua, seharusnya tidak memanjakan anak. Jangan sampai seperti Manik Angkeran yang anak pendeta Begawan Siddimantra.
Buku setebal 32 halaman ini cocok diajarkan kepada anak-anak kita. Apalagi ada bahasa Inggrisnya. Pas untuk menambah kosakata dan memperlancar pengucapan bahasa Inggris.
Pesan moral dari cerita tersebut ialah (1) janganlah sombong, serakah dan pelit. (2) jangan memanjakan anak, ajarkan sopan santun dan tata krama yang baik dan (3) berbuat baiklah dengan orang lain dan jangan bermusuhan dengan orang lain.
Demikian ulasan buku Dongeng Nusantara dan semoga bermanfaat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS