Buku Trisurya: Pemenang Penghargaan Hugo dan Beyond dalam Sastra Asia

Hernawan | Willy Bordus
Buku Trisurya: Pemenang Penghargaan Hugo dan Beyond dalam Sastra Asia
Ilustrasi buku Trisurya (Gramedia)

Dalam dunia sastra, "Trisurya" menandai sebuah karya monumental dari penulis terkemuka Liu Cixin. Novel yang dikenal dengan judul asli "Santi" ini, pertama kali diperkenalkan kepada publik pada tahun 2006. 

Saat memasuki ranah internasional, Ken Liu mengambil peran penting dalam mengadaptasi karya ini ke dalam bahasa Inggris, memberinya judul "The Three-Body Problem". Sementara itu, Yon Suryaman berkontribusi dalam memperkenalkan kisah ini kepada pembaca Indonesia melalui terjemahannya yang berjudul "Trisurya". 

Edisi Indonesia ini dibawa ke hadapan pembaca pada September 2019 oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), dengan total halaman mencapai 472 dan dibagi ke dalam tiga segmen epik: "Musim Semi yang Bisu", "Tiga Benda", dan "Senja Umat Manusia". Karya ini tidak hanya sekedar novel, tetapi juga sebuah fenomena di dunia fiksi sains Tiongkok.

Dalam sinopsisnya, kita dibawa ke era Revolusi Kebudayaan Tiongkok, di mana kita bertemu dengan Ye Wenjie, seorang gadis yang hidupnya berubah drastis setelah menyaksikan tragedi yang menimpa ayahnya, Ye Zhetai. Perubahan ini membawanya ke Pangkalan Pantai Merah, tempat ia mengejar karir sebagai peneliti.

Kisah ini kemudian berpindah fokus ke Wang Miao, seorang ilmuwan nanomaterial dan pembuat pisau yang terlibat dalam misteri yang lebih besar bersama Shi Qiang atau Da Shi, seorang detektif yang menyelidiki serangkaian kasus bunuh diri ilmuwan. Hubungan antara Ye Wenjie, Da Shi, dan Wang Miao serta misteri yang mengelilingi mereka adalah inti dari "Trisurya", sebuah novel yang menjanjikan petualangan intelektual yang mendalam.

Mari kita selami lebih dalam keunikan "Trisurya". Novel ini tidak hanya meraih Hugo Awards 2015, tetapi juga menorehkan sejarah dengan menjadikan Liu Cixin sebagai penulis Asia pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi tersebut. Selain itu, novel ini sedang dalam proses adaptasi menjadi serial televisi oleh duo kreatif di balik "Game of Thrones", D.B. Weiss dan David Benioff.

Tak ketinggalan, "Trisurya" juga mendapat pengakuan dengan nominasinya untuk Locus Award pada tahun 2017 dan Premio Ignotus. Sekarang, izinkan saya berbagi refleksi pribadi setelah menikmati buku ini. Meskipun buku ini terasa cukup padat dengan teori fisika yang mungkin terasa asing dan kompleks, terutama di bagian awal, namun justru itulah yang menambah daya tariknya.

Bagi saya, meskipun konsep-konsep fisika tersebut mungkin tidak langsung terhubung dengan pengetahuan yang saya miliki sejak SMA, namun narasi yang menegangkan dan penuh misteri, terutama dari pertengahan hingga akhir cerita, berhasil menarik perhatian saya. Awalnya mungkin terasa lambat, tetapi seiring berjalannya waktu, saya yakin Anda akan menemukan bahwa novel ini sangat memikat.

Terakhir, "Trisurya" bukanlah buku yang bisa dibaca dalam satu kali duduk atau dibaca dengan terburu-buru. Menyerap setiap detail dari novel ini membutuhkan waktu dan perenungan. Menurut saya, ini adalah tantangan yang sempurna bagi Anda yang mencari bacaan yang mendalam dan berbobot. "Trisurya" bisa menjadi tambahan yang berharga untuk daftar bacaan Anda yang ingin menantang pemikiran dan imajinasi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak