Buku karya penulis populer asal Jepang, Haruki Murakami, yang berjudul What I Talk About When I Talk About Running diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Awalnya, aku kira buku ini akan berisi tentang apa yang Murakami pikirkan saat sedang berlari, tetapi ternyata bukan itu. Bahkan di salah satu paragraf, si penulis menyatakan bahwa kebanyakan saat berlari, ia tidak berpikir apa-apa.
Buku ini merupakan memoar oleh Murakami, yang menggambarkan pengalamannya dalam berlari. Sejak usia 30 tahun, Murakami telah berlari dengan serius. Ia menargetkan berlari 10 km setiap harinya dan berlari 6 kali dalam seminggu. Dalam sebulan, ia telah berlari lebih dari 250 km. Selain itu, Murakami sering mengikuti perlombaan maraton dan bahkan ultra maraton, yang memiliki jarak hingga 100 km. Luar biasa, bukan?
Yang membuat buku ini semakin menarik adalah bahwa buku ini tidak membahas teknik berlari atau memberikan motivasi agar pembaca berlari seperti si penulis. Sebaliknya, buku ini membicarakan makna mendalam tentang pengalaman berlari dan keterkaitannya dengan profesinya sebagai seorang novelis. Meskipun berlari dan menulis novel tampak bertolak belakang, bagi Murakami, berlari adalah cara untuk menyeimbangkan pengaruh negatif dari proses imajinasi menulis novel.
Aku terkagum-kagum dengan pribadi Murakami yang ia citrakan dalam buku ini. Ia adalah orang yang luar biasa pekerja keras, tidak setengah-setengah dalam menjalani apa pun, dan pantang menyerah. Contohnya, ia dengan berani menjual usaha kedainya kepada orang lain dan banting setir menjadi penulis novel. Yang paling mengesankanku adalah bagaimana Murakami memahami dirinya dengan baik. Ia tahu kelebihan dan kekurangannya, apa yang ia inginkan dalam hidup, prioritasnya, dan tujuan hidupnya.
Murakami juga memberikan pandangan menarik tentang berlari. Baginya, yang terpenting bukanlah bagaimana kita dibandingkan dengan orang lain. Saat berlari, yang menjadi persoalan bukanlah apakah orang lain berlari lebih lambat atau lebih cepat darimu. Yang penting adalah apa target kita dan apakah kita bisa memenuhi target tersebut. Patokannya bukan orang lain, melainkan diri kita di masa lalu, kini, dan masa depan.
Buku ini mengajarkan hal-hal fundamental agar hidup lebih bermakna dan dinikmati. Prioritas dalam hidup, melihat segala sesuatu dari sisi positif dan negatif, fokus, dan daya tahan untuk mencapai hasil yang diharapkan—semua itu menjadi inspirasi dari buku ini. Selama membaca, aku merasa disadarkan dan termotivasi untuk lebih memahami diri sendiri, menerima keadaan, dan rutin berolahraga.
Satu kutipan yang cukup menggugah adalah: "Menulis perkara sakit hati adalah harga yang harus dibayar seseorang untuk dapat menjadi mandiri di dunia ini." Kritik yang menyakitkan dari orang lain memang tak terhindarkan, tapi itulah salah satu cara agar kita menjadi lebih kuat.
Meskipun ada beberapa hal yang kurang kusuka, seperti buku ini terlalu singkat (hanya 197 halaman) dan beberapa konteks peristiwa yang agak membingungkan, gaya bahasa Murakami yang indah dan mudah dicerna membuatku semakin menikmati buku ini. Jadi, jika kamu penggemar atau bukan penggemar Haruki Murakami, buku ini tetap layak untuk dibaca!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.