Review 'Capernaum', Film yang Menggambarkan Penderitaan Bocah di Lebanon

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review 'Capernaum', Film yang Menggambarkan Penderitaan Bocah di Lebanon
Foto Film Capernaum (IMDb)

Film Capernaum yang rilis  tahun 2018, arahan Nadine Labaki, bikin penonton terharu menyaksikan keberanian Zain Al Rafeea sebagai Zain dalam realitas pahit Lebanon. Dalam durasi 2 jam 6 menit, Sutradara Nadine Labaki menyuguhkan sorotan penderitaan sekaligus keberanian.

Dengan Yordanos Shiferaw sebagai Rahil, Boluwatife Treasure memerankan Yonas, Nadine Labaki jadi karakter Souad, dan tentunya masih banyak bintang lainnya yang terlibat, nyatanya film ini menghadirkan gambaran cukup real tentang kehidupan di pinggiran kota Beirut.

Kerennya, "Capernaum" sudah memenangkan beberapa penghargaan yang sangat bergengsi dan mendapat berbagai nominasi dari festival film terkemuka di seluruh dunia. Film ini dipuji dan mendapat penghargaan di Festival Film Cannes 2018.

Selain itu, juga memenangkan Penghargaan Sutherland untuk Film Debut Paling Inovatif di Festival Film London 2018, yang mengakui ketajaman penyampaian cerita film tersebut. 

Pengakuan lebih lanjut datang dari National Board of Review 2018, yang memberikan penghargaan Best Foreign Language Film. Ini adalah penghargaan yang menegaskan kualitas film sebagai representasi terbaik dari sinema non-Amerika. Kerennya lagi, juga masuk nominasi untuk Penghargaan Golden Globe 2019 dan Academy Awards 2019. Memang sekeren itu. 

Singkatnya, Film Capernaum menghadirkan kisah yang memilukan tentang kehidupan di Lebanon melalui sudut pandang sesosok anak bernama Zain. Dia ditinggal orangtuanya, dan hidup dalam kemiskinan. Zain mencoba bertahan dalam lingkungan yang keras dan tanpa kasih sayang. 

Ulasan Film Capernaum

Penggambaran para karakter bahkan situasinya, terkait realitas kehidupan di pinggiran kota Lebanon, terasa nyata banget. Anggaplah cukup membumi untuk situasi di negeri tercinta.

Tampaknya, sang sutradara sengaja nggak menutup-nutupi kebrutalan situasi dan keputusasaan yang terjadi dalam film, yang mana tampak berani memberikan sudut pandang yang kuat dan jujur.

Setiap adegannya, ada saja gambaran kehidupan keras, memperlihatkan anak yang terpaksa bertahan hidup dengan sumber daya terbatas. 

Jujur saja, Zain Al Rafeea sebagai Zain, bisa pas banget dimainkan dirinya. Ekspresinya yang tulus dan emosional, seolah-olah membawa penonton masuk dunianya yang penuh derita.

Selain itu, yang nggak disangka-sangka, setiap adegan berjalan tanpa iringan musik berlebihan alias minim sekali iringan musiknya.

Ketika karakter Zain memutuskan untuk mengajukan gugatan terhadap orangtuanya karena membawanya ke dunia yang keras, dia nggak hanya menuntut keadilan bagi dirinya sendiri, tetapi juga mengangkat isu yang lebih besar tentang hak asasi manusia. Pesan moral yang kuat ini memberikan ruang tersendiri di hati penontonnya. 

Film Capernaum yang jelas salah satu dari sekian banyak film-film yang mengaduk emosi, sampai-sampai mempertanyakan keadilan, tapi juga menginspirasi penontonnya untuk menjalani hidup sebaik-baiknya.

Dengan penggambaran yang jujur dan kuat tentang realitas kehidupan di Lebanon, film ini benar-benar memperlihatkan masalah yang seringkali diabaikan.

Berhubung filmnya berhasil mengoyak perasaanku, secara subjektif, skor dariku: 8,5/10. Kita mungkin bakal berbeda pendapat terkait film ini, tapi itulah indahnya perbedaan. Selamat menonton, ya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak