Menjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia adalah sebuah keharusan bagi kita semua. Hubungan yang baik dapat terus terjalin bila di antara kita berusaha untuk menghargai dan menghormati segala perbedaan yang sewaktu-waktu muncul. Misalnya perbedaan dalam berpendapat tentang suatu hal, dan sebagainya.
Hubungan yang baik juga akan semakin terjalin erat bila kita memiliki empati satu sama lain. Saya ambil contoh, ketika ada orang lain, misalnya kerabat, sahabat, atau tetangga dekat kita mengalami musibah atau cobaan hidup, berusahalah untuk berempati padanya, bukan malah menampakkan sikap acuh tak acuh atau tidak peduli dengan penderitaan orang lain.
Empati, sebagaimana dijelaskan dalam buku ‘Empati di Era Teknologi’ (Mengadapi Tantangan dalam Membangun Koneksi Emosional) adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan dan pengalaman orang lain. Hal ini memungkinkan kita untuk membentuk hubungan emosional yang kuat dengan orang lain dan menciptakan ikatan emosional yang lebih dalam.
Dalam konteks koneksi emosional, empati berperan sebagai jembatan yang menghubungkan kita dengan orang lain secara emosional. Dengan bersikap empatik, kita dapat menciptakan ikatan yang lebih baik tentang kebutuhan, keinginan, dan pengalaman emosional orang lain (hlm. 3).
Ketika kita berusaha mendengar dan memahami penderitaan yang tengah dialami oleh orang lain, kita akan merasa terketuk hati untuk membantu, memotivasi, bahkan berusaha memberikan bantuan atau jalan keluarnya. Dari sini, hubungan baik antara sesama akan semakin terjalin dengan harmonis.
Sayangnya, di era serba teknologi seperti sekarang ini, rasa empati kepada orang lain sepertinya mulai terkikis atau bahkan hilang. Kita mungkin pernah atau bahkan sering melihat ketika seseorang tertimpa suatu permasalahan dan diposting di media sosial, biasanya akan muncul beragam komentar atau tanggapan dari netizen. Ada yang berusaha memahami, ada yang memberi nasihat, bahkan sebagian lagi menghujat dan menghakimi.
Menghujat dan menghakimi orang lain, apalagi orang yang belum kita kenal baik secara personal, tentu bukan tindakan yang bijak dan harus kita hindari. Kalau kita belum bisa berkata baik, belum bisa memberikan empati, belum bisa merasakan penderitaan sesama, lebih baik diam. Bukan malah seenaknya sendiri melontarkan kata-kata yang menyakiti orang lain.
Buku karya Merry Susanti yang diterbitkan oleh Garuda Mas Sejahtera ini semoga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para pembaca mengenai pentingnya memiliki empati dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai empati hilang dari jiwa kita dan jangan sampai kita gemar menghujat atau menghakimi sesama.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS