Jejak Balak karya Ayu Welirang merupakan novel bergenre thriller yang akan membawa pembaca melihat kehidupan para jurnalis di redaksi daerah.
Dima Sawitri atau biasa dipanggil Dima baru saja dipindahtugaskan menjadi jurnalis di Kaba Jorong. Perjalanan pertama Dima di Pasaman Barat disambut dengan mitos-mitos leluhur setempat, terutama terkait Sang Raja Hutan.
Penugasan pertama Dima sebagai jurnalis Kaba Jorong membawa gadis itu pada kasus kematian dua pembalak liar di tanah ulayat.
Dima memulai investigasinya bersama Timur–rekan kerjanya di Kaba Jorong–untuk melihat secara langsung pembalak yang diduga tewas akibat cakaran harimau.
Namun, pihak kepolisian dan perusahan kelapa sawit, PT Zamrud Bumi seakan menutupi investigasi kasus tersebut, membuat Dima dan Timur kesulitan mencari informasi.
Penelusuran Dima dan Timur terus berlanjut, meskipun akses informasi yang mereka miliki sangat terbatas, ditambah lagi para aparat yang terlibat juga ikut dibungkam.
Dalam jalannya investigasi, rumor-rumor yang beredar di tengah masyarakat semakin tak terelakan, masyarakat meyakini para korban bukan dibunuh oleh harimau melaikan dibunuh oleh inyiak–roh leluhur penjaga hutan yang berbentuk setengah harimau setengah manusia–yang marah karena para korban telah merusak hutan.
Jumlah korban tewas yang kian bertambah diiringi dengan temuan bukti kejanggalan kasus kematian di tanah ulayat membuat kecurigaan Dima semakin meningkat. Pembaca juga dapat merasakan kecurigaan yang Dima rasakan pada orang-orang di sekitarnya.
Semua orang memiliki rahasia yang mereka sembunyikan dari satu sama lain, membuat pembaca ikut mencurigai gerak-gerik setiap tokoh yang ada. Apakah benar para korban tewas akibat ulah inyiak?
Penggambaran karakter Dima sebagai jurnalis yang sangat kritis dalam melihat celah informasi memberi gambaran tersendiri bagaimana cara seorang jurnalis bekerja.
Latar belakang yang beragam dari setiap tokohnya menjadi tambahan poin menarik dari novel ini, salah satunya ialah Pijar Timur Matari, sosok asli Suku Mentawai yang merasakan bagaimana kebijakan pemerintah memaksa Suku Mentawai meninggalkan adat istiadat mereka hingga menimbulkan trauma tersendiri bagi Timur.
Kerja sama antara dua tokoh ini membangun alur cerita yang sangat menarik dan menegangkan. Penulis tidak hanya menyelipkan kejadian-kejadian menegangkan pada dua tokoh utamanya tetapi juga dengan para tokoh lain hingga akhir cerita.
Jejak Balak mengusung tema yang sangat menarik, penulis berusaha mengajak pembaca untuk melihat lebih dekat terkait isu lingkungan, terutama terkait penanaman kelapa sawit yang sering kali merugikan tanah ulayat.
Seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia tetapi bukan berarti kita dapat membuka lahan sesuka hati. Setiap tempat memiliki peraturan dan setiap tindakan perlu mematuhi aturan. Begitu pula dalam pembukaan lahan yang melibatkan tanah masyarakat adat.
Jangan sampai niat untuk memajukan perekonomian masyarakat berganti menjadi penyumbang kerusakan hutan di masyarakat, baik akibat dari cara pembukaan lahan yang salah ataupun karena pemaksaan terhadap masyarakat adat setempat yang lebih memiliki hak atas hutan ulayat.
Novel ini tidak hanya mengajak pembaca melihat berbagai hal dari sudut pandang seorang jurnalis tetapi juga turut membahas sudut pandang lain dari isu lingkungan yang belakangan ini cukup ramai diperbincangkan.
Pemilihan Pasaman Barat sebagai latar tempat juga dapat menambah pengetahuan pembaca terkait salah satu kabupaten di Indonesia atau lebih tepatnya kabupaten di Sumatera Barat.
Novel ini mengajak kita untuk lebih peduli pada lingkungan, tidak hanya lingkungan sekitar tetapi juga lingkungan alam yang ada di Indonesia, karena tugas kita sebagai penerus bangsa tidak hanya untuk memanfaatkan kekayaan alam yang ada tetapi turut membantu memelihara alam sekitar, termasuk hutan-hutan Indonesia.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS