Emha Ainun Nadjib lahir di Jombang, Jawa Timur pada 27 Mei 1953. Ia pernah nyantri di Pondok Pesantren Modern Gontor dan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Emha Ainun Nadjib adalah budayawan yang pandai menorehkan kata-kata. Tulisan-tulisan Cak Nun telah banyak nampang di media cetak terkemuka, baik berupa kolom, esai, puisi, dan cerpen.
Selain itu, dari tangan kreatif Cak Nun telah banyak melahirkan buku-buku mencerahkan. Salah satunya buku bertajuk Istriku Seribu ini. Seperti diketahui di bagian sampul, buku terbitan Bentang Pustaka ini memuat berbagai pembahasan aktual terkait ilmu hidup. Amat berlimpah petuah-petuah atau pun kalam bijak yang Cak Nun tuangkan kepada para pembaca lewat hadirnya buku ini. Terlebih menyangkut kehidupan di negeri ini.
Di bagian awal, kegelisahan Cak Nun terhadap carut-marutnya negeri ini disalurkan dalam esai bertajuk Tiga Negeri Poligami. Dengan nada seolah tengah dikerubungi kekesalan, Cak Nun atau yang juga kerap disebut Kiai Kanjeng, ini menyatakan jika warga negara Indonesia malas belajar sejarah dan gemar mengutuk kesalahan orang lain secara beramai-ramai. Berikut petikannya:
Penduduk negeriku malas belajar sejarah, ogah berpikir, tidak pernah merasa penting untuk mempelajari suatu persoalan melalui pertimbangan pemikiran yang saksama. Kalau ada buah busuk, mereka beramai-ramai sibuk mengutuknya, membuangnya, menghina buah itu, tanpa sedikit pun ingat pada pohonnya apalagi akarnya, terlebih lagi tanahnya, jangankan lagi pencipta tanah itu.
Lewat buku ini, Emha hendak 'mengocehi' pemerintah bahwa hampir tidak pernah ada persoalan yang berhasil diselesaikan. Yang mereka lakukan hanya kesibukan memenuhi kepentingan individunya masing-masing. Negara dan pemerintahannya tidak kunjung mampu menjalankan tugasnya untuk melayani dasar-dasar kebutuhan hidup rakyatnya.
Selain itu, saya juga temukan ilmu hidup yang Cak Nun teladankan saat menghadapi serangan fitnah di mana-mana. Sepanjang hidup berumah tangga, pengalaman terbesar yang Cak Nun dan sang istri alami adalah fitnah. Namun, Cak Nun bersama istri kompak menghadapi fitnah dengan senang hati dan penuh syukur.
Cak Nun difitnah orang, kemudian difitnah orang, dan terus difitnah orang. Fitnah kecil maupun besar. Fitnah dengan tema remeh maupun mendasar. Tak pernah berhenti difitnah, disalahpahami, dibuang, dipinggirkan, diremehkan, disalahmengertikan, ditiadakan, dan di-bukanmanusia-kan.
Sesekali orang bertanya kepadanya, bagaimana rasanya punya suami yang difitnah orang terus-menerus. Istriku menjawab, "Sangat senang dan bersyukur. Aku baru akan sedih dan tak bisa tidur kalau suamiku yang memfitnah orang."
Dan seterusnya. Pendek kata, buku Istriku Seribu ini berisi wejangan seputar ilmu hidup dan kehidupan dari budayawan Emha Ainun Nadjib. Sangat mencerahkan, dalam, dan menyentuh kalbu. Selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Istriku Seribu
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: I, 2015
Tebal: 44 Halaman
ISBN: 978-602-291-104-3
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.