Ulasan Buku 'Gelandangan di Kampung Sendiri', Penyambung Lidah Orang Kecil

Hikmawan Firdaus | Fathorrozi 🖊️
Ulasan Buku 'Gelandangan di Kampung Sendiri', Penyambung Lidah Orang Kecil
Buku Gelandangan di Kampung Sendiri (Gramedia)

Kali ini, buku Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun yang akan saya ulas berjudul Gelandangan di Kampung Sendiri. Sebagaimana termaktub di muka sampul, buku dengan cover yang didominasi warna kuning ini memang berisi curhatan atau pengaduan dari orang-orang pinggiran.

Tak aneh jika di halaman awal Cak Nun mempersembahkan buku karyanya ini kepada orang-orang yang dianiaya, ditindas, dirampas kemerdekaannya, dimiskinkan, kepada teman-teman, sahabat, dan orang-orang yang tetap konsisten memperjuangkan keadilan, serta hidupnya dipertaruhkan untuk orang kecil.

Dalam kegiatan dakwah dari satu kota ke kota yang lain, bisa jadi Cak Nun berjumpa dengan banyak rakyat jelata yang menyampaikan suara hatinya secara langsung kepada beliau, hingga tersusunlah buku curhatan orang-orang pinggiran ini yang memuat sejumlah kasus di tengah masyarakat, yang bersumber dari perbedaan pendapat atau konflik kepentingan antara pemerintah dan rakyat.

Salah satu yang Cak Nun rekam adalah persoalan tanah di Kedung Ombo. Proyek pembangunan waduk di Jawa Tengah pada 1985 oleh pemerintah Orde Baru yang ditentang karena ganti rugi yang tidak layak, hingga warga menerima intimidasi, kekerasan, dan penggusuran. Perlawanan terhadap proyek ini meluas, tetapi waduk akhirnya diresmikan pada 1991.

Dalam kasus Kedung Ombo ini, seandainya standar ganti rugi tanah sejak langkah awal dirundingkan dengan penduduk yang bersangkutan secara demokratis dan sportif, kemungkinan besar permasalahannya tak akan runcing, bahkan mungkin tak akan terjadi konflik.

Bagi Cak Nun, kalau sudah demikian, yang kalah bukan lagi hanya sejumlah orang. (Namun) yang kalah adalah kemanusiaan, kedewasaan, demokrasi, peradaban, dan nilai-nilai luhur lain yang semestinya menjadi tanda-tanda utama dari kehidupan manusia.

Menurut Kiai Kanjeng ini, andai pemerintah lebih dulu mematangkan rencana dengan ikut melibatkan warga setempat dalam musyawarah mufakat, bisa jadi masalahnya takkan seperti telur di ujung tanduk. Sebab, rakyat negeri kita terkenal gampang diajak bermusyawarah, lunak hatinya, luas dadanya, tinggi kesediaannya untuk berkorban demi kemajuan dan pembangunan.

Wajah pembangkangan rakyat itu tercipta dari tidak dilibatkannya mereka dalam pengambilan keputusan sesuatu hal yang menyangkut mereka. Sangatlah tidak bahagia hidup di suatu negara yang selalu ada kasus-kasus yang membuat pemerintah hanya bisa melihat rakyat sebagai pembangkang, dan rakyat juga bisa melihat pemerintah sebagai pembangkang kedaulatan rakyat.

Selain masalah tanah itu, terdapat pula konfilk petani kopra di Pulau Kei, Maluku. Sejak dulu di tempat tersebut tanaman kelapa sudah menjadi tanaman perdagangan utama rakyat. Namun anehnya, saat ini justru sangat berkurang perhatian orang terhadap peremajaan tanaman kelapa, sehingga lama-lama produksi kopra menurun.

Dan masih banyak persoalan lain yang ditangkap oleh benak Cak Nun, kemudian ia abadikan lewat kabar sekaligus tawaran solusi di dalam buku ini. Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Gelandangan di Kampung Sendiri

Penulis: Emha Ainun Nadjib

Penerbit: Bentang Pustaka

Cetakan: I, 2015

Tebal: 292 Halaman

ISBN: 978-602-291-078-7

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak