Kita kenal Hamka sebagai ulama terkemuka Indonesia pada zamannya. Selain sebagai ulama, beliau juga sebagai novelis. Salah satu karya novelnya berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, Merantau ke Deli, Di Tepi Sungai Dajlah, dan Terusir.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka ini merupakan putra pertama dari pasangan Dr. Abdul Karim Amrullah dan Shaffiah. Lahir pada 17 Februari 1908 di Maninjau, Sumatra Barat. Tidak satu pun pendidikan formal ditamatkannya. Banyak membaca menjadi modalnya, tak lupa belajar langsung dengan tokoh dan ulama, baik di Sumatra Barat, Jawa, hingga ke Mekah. Peraih Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar dan Universitas Prof. Moestopo Beragama ini wafat pada hari Jumat, 24 Juli 1981.
Buku Renungan Tasawuf merupakan salah satu karya Hamka. Sebagaimana tertuang dalam judul, buku ini banyak mengupas tentang tasawuf. Bahkan, di awal bahasan, Hamka lebih dulu mengulas makna tasawuf.
Ilmu Tasawuf banyak juga orang mengartikannya "kebatinan"; bukan semata-mata kebatinan. Tasawuf itu artinya membersihkan. Tasawuf: mengajar membersihkan hati daripada khizit, khianat, loba, tamak, takabur, dengki, dan lain-lain sifat-sifat tercela; dan memenuhi jiwa dengan akhlak mulia, itu namanya timbang rasa, merasakan kesakitan (kesulitan) orang lain. Tawadhu': merendahkan diri kepada sesama manusia, dan sebagainya, itu termasuk ilmu tasawuf. (Halaman 26).
Di antara ilmu tasawuf yang dibahas oleh Hamka di dalam buku ini ialah mengenai uzlah. Kita tahu uzlah artinya memisahkan diri dari manusia. Masalah ini banyak diperbincangkan dalam pelajaran-pelajaran agama, karena di dalam Al-Qur'an terdapat kisah pemuda-pemuda yang bersembunyi ke dalam gua karena tidak setuju dengan kerajaan yang memerintah pada waktu itu, sampai mereka tertidur dalam gua itu selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun.
Akhir-akhir ini, dengan meluasnya kemaksiatan di kota-kota besar, batas di antara yang hak dengan yang batil telah pudar, perbedaan di antara yang halal dengan yang haram telah kabur, dan lebih daripada itu, sudah banyak orang yang merasa bangga berbuat dosa. Lalu timbullah pikiran dari beberapa pemuka agama tentang ajaran uzlah, memisahkan diri, tidak mencampuri urusan duniawi. Apa benar yang demikian maksudnya uzlah?
Uzlah yang demikian tidaklah tepat. Uzlah yang demikian hanya suatu program hendak melepaskan diri sendiri. Itu adalah uzlah orang yang lemah. Kalau uzlah itu bermaksud menyusun kekuatan baru, dengan program yang nyata, untuk kemudian merebut kembali tempat yang hilang, tidaklah mengapa. Uzlah bukanlah lari dari medan perjuangan, melainkan tegak sambil membentengi diri di tengah medan. (Halaman 153).
Sudah jelas arti uzlah di sini adalah memperteguh diri di tengah gelombang kemungkaran yang tengah merajalela. Senjata yang paling ampuh sebagai pertahanan ialah agama. Tidak perlu kita lari ke dusun yang jauh atau ke hutan. Ada juga ajaran Nabi menyuruh masuk hutan, walapun sampai memakan urat-urat kayu.
Yang demikian itu adalah lain lagi masalahnya, yaitu untuk menyusun kekuatan buat datang kembali, sebagaimana hijrahnya Nabi dari Mekah ke Madinah, dan delapan tahun kemudian beliau menaklukkan Mekah.
Sekali lagi kita tekankan, uzlah bukanlah lari dari medan perjuangan, melainkan tegak sambil membentengi diri di tengah medan.
Identitas Buku
Judul: Renungan Tasawuf
Penulis: Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Penerbit: Republika
Cetakan: II, Mei 2017
Tebal: 156 Halaman
ISBN: 978-602-082-237-2
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.