Review Film Chungking Express: Dua Kisah Cinta Tentang Kesepian

Hernawan | Athar Farha
Review Film Chungking Express: Dua Kisah Cinta Tentang Kesepian
Poster Chungking Express (IMDb)

Ada film yang bercerita dengan alur yang jelas, ada juga yang lebih memilih untuk menangkap dan merangsang perasaan. Nah, Film Chungking Express termasuk yang kedua. Wong Kar-wai memang bukan sutradara yang sibuk menjelaskan, dia lebih suka membuat kita (penonton) merasakan apa yang tersaji dan diperlihatkan. Namun yang pasti, film ini bercerita tentang cinta, kehilangan, dan cara orang-orang menghadapi kesepian di kota yang terus bergerak.

Uniknya, film ini memuat dua cerita yang terpisah, anggaplah berisi dua film pendek yang dijadikan satu. Mengapa dua film pendek? Ya, karena nggak benar-benar terhubung secara langsung, tapi punya tema yang sama, yakni: Dua polisi muda yang lagi patah hati dan dua perempuan yang secara tiba-tiba masuk ke hidup mereka. Dengar-dengar, Sutradara Wong Kar-wai awalnya berencana bikin tiga cerita, tapi akhirnya hanya dua yang dimasukkan ke film ini.

Cerita Pertama: Polisi, Nanas Kedaluwarsa, dan Perempuan Berambut Pirang

Cerita pertamanya mengikuti He Zhiwu alias Cop 223 (diperankan Takeshi Kaneshiro), polisi yang nggak bisa move on dari mantannya. Dia punya kebiasaan aneh: setiap hari, dia membeli sekaleng nanas dengan tanggal kadaluarsa 1 Mei—tanggal yang dia yakini sebagai ‘batas terakhir’ kalau mantannya akan kembali padanya. Nyesek banget nggak sih? Kesepian dan masih berharap pada mantan yang nggak mungkin balik padanya. Hiks!

Di tengah keputusasaannya, dia bertemu perempuan berambut pirang (diperankan Brigitte Lin), yang diam-diam terlibat dalam dunia kriminal. Keduanya akhirnya menghabiskan malam bersama, bukan dalam arti romantis, tapi lebih ke pertemuan dua orang asing yang sama-sama lelah dengan hidup.

Bagian ini lebih terasa seperti film noir modern, dengan karakter yang dingin dan suasana yang suram. Wong Kar-wai menggambarkan betapa absurdnya cara kita menghadapi perpisahan—seperti Cop 223 yang memilih mengisi waktunya dengan nanas dan lari tanpa arah, seolah-olah itu bisa menghapus rasa sakitnya. Definisi galau tingkat dewa sih!

Cerita Kedua: Polisi, Gadis Restoran, dan Apartemen yang Berubah Sendiri

Setelah cerita pertama selesai, film langsung berpindah ke karakter lain, Cop 663 (diperankan Tony Leung Chiu-wai). Dia juga baru saja ditinggalkan pacarnya, seorang pramugari. Bedanya, dia memilih meresapi kesepiannya dalam diam, berbicara dengan benda-benda di apartemennya seolah-olah mereka bisa memahami perasaannya.

Di sisi lain, ada sosok Faye (diperankan Faye Wong), si pelayan restoran cepat saji yang mulai menyukai Cop 663 secara diam-diam. Namun, bukannya mendekatinya secara langsung, dia malah menyelinap ke apartemen Cop 663 saat sang penghuni nggak ada, lalu mengganti barang-barangnya, dan diam-diam mengubah kehidupannya.

Bagian ini terasa lebih hangat dan playful dibanding cerita pertama. Faye Wong ngasih energi yang bertolak belakang dengan Cop 663 yang kalem dan murung. Dan tentu saja, ada lagu California Dreamin’ yang terus diputar di latar belakang—seakan-akan jadi suara hati Faye yang nggak bisa dia ungkapkan langsung.

Gaya Penyutradaraan Wong Kar-wai: Mimpi, Cahaya Neon, dan Kesepian yang Indah

Kalau ada satu hal yang bikin film Wong Kar-wai beda dari yang lain, itu adalah caranya menangkap momen. Dia nggak sekadar menceritakan kisah, tapi membuat kita ikut merasakan setiap emosi yang dialami karakternya.

Sinematografinya banyak efek blur, slow-motion, dan permainan warna yang membuat film ini terasa seperti mimpi. Dan itu bikin Hong Kong dalam Chungking Express nggak cuma latar tempat, tapi karakter tersendiri, kayak penggambaran gang-gang sempit, restoran kecil, dan apartemen yang penuh kenangan. Semua itu menambah rasa kesepian yang mengalir dalam film ini.

‘Chungking Express’ memang film yang nggak menawarkan jawaban, tapi membiarkan kita menemukan maknanya sendiri. Kadang, kisah cinta nggak selalu harus punya akhir yang jelas. Kadang, yang penting adalah bagaimana kita menghadapinya. Dan mungkin, seperti yang terjadi di akhir film, kadang yang kita butuhkan hanyalah keberanian untuk bertanya, “Mau ke mana?” sebelum orang yang kita suka benar-benar menghilang dari hidup kita. Jleb banget sih!

Skor:4/5

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak