Dalam pandangan umum, kemampuan literasi seseorang akan diukur dengan seberapa tinggi minat membaca, menulis, dan berhitungnya. Atau seberapa tingginya antusiasme kunjungan mereka ke toko buku dan perpustakaan.
Ada juga yang merepresentasikan keberhasilan dengan mengukur berapa banyak gelar akademik yang tertulis di samping namanya atau berapa banyak koleksi bacaan yang tertata rapi di atas rak buku milik mereka.
Tidak ada yang salah dengan parameter tersebut dan semuanya sah-sah saja karena literasi memang selalu dihubungkan dengan tingkat kecerdasan kognitif yang diperoleh seseorang dari proses belajar formal di bangku sekolah atau ruang kuliah.
Tetapi pandangan tersebut masih terkesan sempit dan dikotomis karena bagi yang tidak termasuk dalam kriteria di atas akan dianggap sebagai orang dengan literasi rendah meskipun dalam beberapa aspek mereka memiliki kemampuan setara dengan seorang pelajar atau mahasiswa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia telah memperluas definisi literasi yang pada awalnya diterjemahkan sebagai kemampuan membaca dan menulis saja kemudian dikembangkan ke dalam perspektif yang jauh lebih luas.
Dengan definisi tambahan mencakup penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan bidang spesifik, kemampuan dalam mengolah informasi, serta pengetahuan tentang kecakapan hidup yang dapat diperoleh di sepanjang usia seseorang.
Mengingat proses belajar dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lembaga kursus atau bimbingan belajar, dan pendidikan non formal berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara tutorial maupun otodidak maka siapapun bisa disebut sebagai literat.
Dengan definisi ini maka tidak ada lagi dikotomi yang memisahkan antara seorang pelajar atau mahasiswa pemilik Ijazah, Nilai Raport, dan Transkrip Nilai dengan seorang pemuda putus sekolah yang terampil mengemudikan motor dan memiliki Surat Ijin Mengemudi.
Sedangkan kecakapan hidup tidak memiliki batasan waktu karena kemampuan dasar membaca bisa diperoleh sejak dini ketika seorang bayi menerjemahkan bahasa non verbal lewat ekspresi wajah untuk mengetahui apakah ibunya sedang gembira atau marah.
Demikian pula dengan kemampuan berhitungnya, secara tutorial bisa dipelajari sejak awal oleh anak-anak usia prasekolah lewat demonstrasi jari-jari tangan dengan bimbingan sang ibu di rumah sebelum mereka memasuki bangku playgroup atau taman kanak-kanak.
Dalam buku 'Literasi bukan Sekadar Calistung,' Muhammad Syarif Bando mendefinisikan literasi sebagai tingkat kedalaman pengetahuan seseorang dalam mengelola semua aspek kehidupannya secara kreatif dan inovatif untuk menghasilkan produk berkualitas global.
Literasi adalah hasil upaya individu dalam mengembangkan dirinya sendiri melalui latihan kontinyu, menyelidiki lebih dalam, memahami retorika, dan pengalaman hidup yang kemudian diimplementasikan dalam praktek dan wujud karya nyata. Inilah yang disebut dengan literasi milik individu.
Dia mengatakan bahwa literasi tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat pendidikan akademik seseorang karena menurutnya 90% pengetahuan dapat diperoleh dari proses belajar mandiri dan 10% sisanya diperoleh dari bangku sekolah atau bangku kuliah.
Pengembangan literasi dapat dilakukan oleh seseorang dengan cara membaca buku, menulis, mengikuti forum diskusi dan seminar, mengakses internet, mengamati lingkungan, atau belajar dari pengalaman lewat interaksi sosial yang intensif dengan orang lain.
Di buku ini disajikan contoh literat kelas dunia seperti pembalap motor The Doctor, Valentino Rossi yang mengawali karier sejak usia 10 tahun hingga meraih gelar juara dunia berkat usaha, kerja keras, disiplin, dan dedikasinya yang tinggi terhadap motor. Baginya literasi adalah membaca karakteristik lintasan balap dan memetik pengalaman berharga dari rival terkuatnya saat bertanding.
Mark Elliot Zuckerberg, lulusan perguruan tinggi yang menunjukkan minat dan kecakapannya pada teknologi sejak dini bisa sukses berkat kemampuan literasi baca, digital, dan finansial yang dimilikinya. Pemilik Facebook, WhatsApp dan Instagram yang kemudian melebur menjadi Meta ini sanggup menulis program komputer saat berusia 12 tahun.
Bill Gates pendiri dan CEO Microsoft yang memiliki bakat alami di bidang sains, matematika, dan minat besar terhadap komputer sejak kecil adalah seorang kutu buku yang sering bertanya tentang seputar bisnis dan peristiwa dunia kepada ayahnya. Dia dikenal dunia berkat kesuksesan MS-DOS yang menuntun Microsoft menjadi perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia.
Di halaman buku yang diterbitkan oleh 'Indonesia Emas Group' ini juga dituliskan tentang dimensi literasi yang dicanangkan dalam Panduan Gerakan Literasi Nasional meliputi literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, serta literasi budaya dan kewargaan.
Salam literasi dan selamat membaca, semoga bermanfaat.