Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | aisyah khurin
Film The King's Man (imdb.com)

"The King’s Man" adalah film prekuel dari franchise "Kingsman" yang dirilis pada tahun 2021.

Disutradarai oleh Matthew Vaughn, film ini membawa penonton ke asal-usul organisasi rahasia Kingsman dengan latar belakang Perang Dunia I.

Dibintangi oleh Ralph Fiennes, Harris Dickinson, Rhys Ifans, dan Gemma Arterton, The King’s Man mencoba memadukan aksi dengan elemen drama sejarah untuk menghasilkan pengalaman yang berbeda dibandingkan film-film pendahulunya.

Berbeda dari dua film Kingsman sebelumnya yang penuh humor dan aksi over-the-top, The King’s Man memiliki nada yang lebih serius dan kelam.

Film ini berfokus pada penggambaran dampak Perang Dunia I dan asal-usul organisasi Kingsman, memberikan kedalaman emosional dan konteks sejarah yang lebih kompleks.

Namun, perubahan nada ini mungkin terasa mengejutkan bagi penggemar franchise yang sudah terbiasa dengan gaya humoris dan penuh aksi.

Ralph Fiennes sebagai Duke of Oxford memberikan performa yang memukau.

Sebagai karakter utama, ia memadukan elemen kebapakan, kepemimpinan, dan aksi dengan baik.

Perannya sebagai pendiri organisasi Kingsman memberikan gravitas pada cerita, dan momen emosional antara dirinya dan putranya menjadi inti drama dalam film.

Harris Dickinson memerankan Conrad, putra Duke of Oxford, yang memiliki keinginan kuat untuk membuktikan dirinya sebagai seorang pahlawan.

Hubungan ayah-anak antara Conrad dan Duke adalah inti emosional film ini, yang menggambarkan konflik antara idealisme muda dan kebijaksanaan seorang ayah yang melindungi.

Meskipun Dickinson tampil solid, karakternya terasa kurang berkembang dan cenderung klise dalam penggambaran.

Rhys Ifans mencuri perhatian sebagai Grigori Rasputin. Penampilannya yang eksentrik dan over-the-top memberikan kelegaan komedi di tengah nada film yang lebih serius.

Adegan pertarungan antara Duke dan Rasputin menjadi salah satu sorotan utama film, menampilkan koreografi aksi yang kreatif dan unik.

Film ini memanfaatkan sinematografi yang indah untuk menggambarkan lanskap peperangan, istana megah, dan dunia abad ke-20.

Visual yang disajikan terasa sinematik dan mendukung nuansa epik cerita.

Adegan pertempuran di medan perang dikerjakan dengan detail, menggambarkan kengerian perang secara realistis sekaligus dramatis.

Sebagai bagian dari franchise Kingsman, film ini tetap mempertahankan ciri khasnya dalam aksi.

Adegan pertarungan koreografis, penggunaan slow-motion, dan gaya sinematik lainnya tetap terlihat, meskipun tidak sebanyak atau seintens dua film pendahulunya.

Adegan aksi terasa lebih terkendali, mencerminkan nada film yang lebih serius.

Sementara Rasputin menjadi tokoh yang mencuri perhatian, antagonis utama dalam film ini, seorang dalang misterius, terasa kurang memiliki dampak.

Motivasi dan kehadiran antagonis utama terasa generik dan kurang menggigit, sehingga konflik utama kehilangan kekuatan naratifnya.

Salah satu kelemahan The King’s Man adalah pacing yang tidak merata.

Babak pertama terasa lambat karena terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk membangun latar belakang sejarah dan dinamika keluarga.

Namun, babak kedua bergerak cepat menuju aksi dan klimaks, yang terasa seperti terburu-buru.

Ketidakseimbangan ini membuat pengalaman menonton terasa kurang mulus.

"The King’s Man" adalah prekuel yang ambisius, mencoba memperluas dunia Kingsman dengan latar sejarah dan nada yang lebih emosional.

Meskipun memiliki momen aksi yang menghibur, penampilan aktor yang solid, dan visual yang menawan, film ini tidak sepenuhnya berhasil mencapai keseimbangan antara elemen sejarah, drama, dan aksi khas franchise ini.

Bagi penggemar Kingsman, film ini tetap layak untuk ditonton sebagai eksplorasi asal-usul organisasi tersebut.

Namun, bagi penonton yang mengharapkan aksi penuh gaya dan humor tanpa henti seperti dua film sebelumnya, The King’s Man mungkin terasa kurang memuaskan.

aisyah khurin