Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Poster Film Sore - Istri dari Masa Depan (Instagram/ cerita_films)

Kalau biasanya fiksi ilmiah di layar lebar identik dengan pesawat luar angkasa, robot masa depan, atau perjalanan ke dimensi lain, Film Sore - Istri Dari Masa Depan justru mengusung elemen sci-fi dalam wujud yang jauh lebih lembut dan personal, yakni cinta. Uwu!

Disutradarai Yandy Laurens, sutradara yang jago merangkai kisah-kisah manusia yang hangat dan mengena di hati lho.

Film ini merupakan versi panjang dari miniseries berjudul sama yang sempat populer di tahun 2018. Waktu itu, cerita ‘Sore’ hadir dalam format pendek dan ditayangkan secara digital, dengan Tika Bravani sebagai Sore dan Dion Wiyoko sebagai pemeran utama pria. 

Nah, untuk versi filmnya, kembali dibintangi Dion Wiyoko, tapi karakter Sore diganti pemerannya, yakni Aktris Sheila Dara Aisha yang begitu berbakat. 

Film ini merupakan kolaborasi dua rumah produksi yang sedang naik daun: Cerita Films dan Imajinari.

Imajinari sendiri sudah melekat dengan berbagai proyek kuat yang berbasis cerita emosional dan visual yang intim, seperti Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film, yang juga disutradarai Yandy Laurens. Jadi ekspektasi Film Sore - Istri dari Masa Depan versi layar lebar tentu nggak main-main.

Apa yang Membuat Film Sore -Istri dari Masa Depan Layak Dinantikan? 

Dalam banyak kisah cinta, kita sering melihat dua orang yang jatuh cinta karena pertemuan, kecocokan, atau takdir. Namun, bagaimana jika takdir itu datang lebih dulu, sebelum pertemuan terjadi? Itulah yang jadi daya tarik utama dari film ini.

Jonathan (Dion Wiyoko) sang tokoh utama, awalnya hanyalah pria biasa dengan kehidupan biasa. Suatu ketika segalanya berubah saat dia bertemu Sore, perempuan yang tahu terlalu banyak tentang dirinya, termasuk hal-hal kecil yang bahkan belum terjadi. 

Di sini saja sudah jelas kalau penonton bakal diajak ikut menyelami dilema batin Jonathan: Antara percaya atau nggak, bertahan atau pergi, melanjutkan hidup atau mengikuti jalan yang sudah ditentukan. Sedalam itu konflik batin film ini. 

Sementara itu, Sore terbilang sangat menarik. Dia bukan sekadar “perempuan misterius dari masa depan”, tapi juga membawa luka, harapan, dan rasa cinta yang nggak bisa disampaikan dengan cara biasa. 

Dalam versi mini series-nya, sosok Sore digambarkan sangat dewasa secara emosional, dan besar kemungkinan versi filmnya akan mengulik sisi itu lebih dalam lagi. Apalagi dengan kemampuan akting Sheila Dara yang penuh daya magnet. Ught!

Bahkan kehadiran Sore: Istri Dari Masa Depan versi film nggak cuma adaptasi panjang semata lho. Ini bisa dibilang sebagai “reimajinasi” yang menawarkan pengalaman sinematik penuh, sekaligus memperluas dunia cerita yang dulu sudah mencuri perhatian penonton.

Versi mini series-nya memang berhasil membangun hubungan emosional lewat durasi singkat, tapi layar lebar tentunya ngasih ruang baru untuk mengeksplor karakter lebih dalam, membangun dunia cerita lebih kaya, dan menyampaikan pesan yang lebih menggugah. Di sinilah peran Yandy Laurens jadi krusial.

Harapan besar jelas tertuju padanya. Toh, Yandy Laurens jago menangkap emosi, tapi juga storyteller yang tahu kapan harus menyampaikan rasa lewat dialog, dan kapan harus membiarkan keheningan berbicara. Pokoknya dia tahu bagaimana menyentuh penonton tanpa harus maksa. 

Menariknya, Film Sore - Istri dari Masa Depan seolah-olah ingin menegaskan kalau fiksi ilmiah nggak melulu soal gadget canggih, teori fisika yang rumit, atau ledakan spektakuler. Di film ini, fiksi ilmiah hadir sebagai metafora—tentang jarak emosional, tentang kemungkinan yang tertunda, tentang waktu sebagai entitas yang bisa menyembuhkan sekaligus menghancurkan.

Film ini (mungkin) nggak mencoba menjelaskan secara logis bagaimana time travel itu bisa terjadi. Fokusnya (mungkin) akan lebih ke sebuah pertanyaan, “Apa yang akan Sobat Yoursay lakukan jika tahu hari terakhirmu dengan seseorang?” Dan dari situ, pertanyaan-pertanyaan lain mulai bermunculan. Apakah kita akan hidup dengan lebih sadar? Apakah kita bisa mencintai lebih dalam kalau tahu akhirnya akan berpisah? Ups. 

Film Sore: Istri Dari Masa Depan mungkin bukan film sci-fi pertama di Indonesia, tapi pendekatannya terasa sangat segar. Ya, film ini hadir dengan gaya yang lebih dewasa, puitis, dan emosional. Ini bisa jadi pembuka jalan bagi sineas lokal lainnya untuk menggarap genre-genre yang sebelumnya dianggap “nggak cocok” untuk penonton Indonesia.

Kombinasi romance dan fiksi ilmiah sebenarnya sudah terbukti berhasil di luar negeri—sebut saja Film The Time Traveler’s Wife dan Film Your Name, sampai Film About Time. Namun, Film Sore - Istri dari Masa Depan jelas menawarkan sesuatu yang lebih dekat dengan realita kita, dengan karakter yang terasa seperti orang-orang di sekitar kita. Nggak ada tokoh yang “too good to be true”. Semuanya punya keraguan, luka, dan cinta yang nyata.

Yuk kita tunggu kabar menarik dari Film Sore - Istri dari Masa Depan selanjutnya!

Athar Farha